SISTEM PENANGGALAN KAMARIAH
- Pendahuluan
Potret
pemikiran dalam hal penentuan awal bulan Qamariyah menuai sejarah tersendiri
dalam perjalanan keilmuan umat Muhammad SAW. Perhitungan hisab yang
sesungguhnya sudah lama ada dalam peradaban Islam, memberikan catatan bahwa
“Suatu pemikiran yang baru pasti terdapat kontradiksi, yang pada akhirnya ia
adalah khazanah yang tak mungkin untuk dihilangkan”.
Umar bin
Khattab orang pertama yang menjadi penggalang dalam sistem penanggalan
Hijriyah. Hisab, pada masa-masa awal Islam memang merupakan sesuatu yang tidak
mudah dan belum akurat. Formula yang disepakati sahabat Umar beserta para
pembesar Arab pada masa itu merupakan gerbang kemajuan hisab didalam Ilmu
Falak.
Seiring
berjalannya waktu, sistem hisab dalam penentuan penanggalan Hijriyah di
Indonesia mengalami perkembangan. Apabila dilihat dari dasar pijakannya, dapat
diklasifikasikan menjadi dua macam, yaitu hisab urfi dan hisab hakiki. Hisab
hakiki dapat dipilah pada pendirian yang mendasarkan pada ijtima’ yakni sistem
yang berpendapat bahwa bulan Hijriyah itu dimulai sejak terjadinya ijtima’.
Sedangkan penjelasan tentang hisab urfi akan kami bahas pada bab selanjutnya.
- Pembahasan
A.
Historis
Sebelum
Islam, bangsa arab telah mempergunakan penanggalan dengan menamakan tahun-tahun
itu menurut peristiwa-peristiwa yang paling penting dan menonjol yang terjadi
di zaman itu. Antara lain misalnya memberi nama penanggalan dengan tahun
“Gajah”, karena pada akhir abad ke-lima Masehi, Wakil Negus dari Ethiopia yang
ada di Yaman bernama Abrahah dengan mengendarai seekor gajah yang besar
diiringi oleh suatu angkatan perang yang amat besar, yang lebih besar jumlahnya
dari pada jumlah penduduk kota Mekkah dan sekitarnya, datang ke Mekkah untuk
menghancurkan Ka’bah. Oleh karena
kejadian ini dianggap sangat penting dalam tahun itu, maka bangsa Arab
menamakanlah tahun itu dengan tahun “Gajah”. Kebetulan tahun itu oleh para ahli
sejarah Islam memberikan nama kepada tahun lahirnya Nabi Muhammad SAW.
Walaupun
nama tahunnya belum mereka tetapkan, tetapi nama-nama bulannya telah mereka
berikan sesuai dengan keadaan-keadaan yang terjadi di sekitar mereka. Mereka
telah menetapkan bulan pertama awal tahun dengan Muharram, karena pada bulan
tersebut dilarang serbu-menyerbu, serang-menyerang dan perkelahian. Kemudian
mereka memberikan nama dengan bulan Shafar, karena mengikuti nama-nama
pasar-pasar perdagangan yang disebut dengan Shafariyah di Yaman, yang selalu
mereka kunjungi selama bulan terrsebut. Bulan berikutnya mereka berikan nama
dengan Rabi’ul Awal dan Rabi’ul Akhir, yang artinya selesai dengan nama musim
rontok atau gugur, yang oleh orang Arab menamakannya dengan Rabi’. Kemudian
Jumadil Awal dan Jumadil Akhir, yang artinya sesuai dengan nama musim dingin,
sesuai pula dengan bahasa arabnya yang berarti es atau salju. Bulan Rajab
sesuai dengan perilaku mereka menahan diri dan melakukan permusuhan dan
bertempur. Bulan Sya’ban sesuai dengan maknanya yang berarti bertebaran dan
berkeliaran untuk mencari makanan atau nafkah. Seterusnya bulan Ramadhan,
karena sesuai pada waktu itu berada dalam keadaan musim panas tarik bumi
menjadi sangat kering dan rumput-rumput menjadi hangus. Bulan Syawal dinamakan
demikian karena waktu itulah masanya unta-unta mengangkat-angkat ekornya. Entah
apa sebabnya, sehingga bangsa Arab menganggap bulan ini adalah bulan yang penuh
dengan kesialan, sehingga mereka tidak sekali-kali melakukan perkawinan dalam
bulan ini. Tahayul ini berlangsung sampai datangnya Islam, kemudian Islam
mengikisnya dengan habis. Bulan Zulqa’dah, telah dinamakan demikian karena
mereka bangsa Arab terbiasa menjauhkan diri dari berperang. Akhirnya bulan
Zulhijjah, karena dalam bulan inilah mereka melakukan ibadah haji.
Sesuai
dengan nama-nama dan jumlahnya bulan-bulan yang ditetapkan untuk perhitungan
tahun itu sebanyak 12 bulan, besar kemungkinan bahwa bangsa Arab itu telah
memperhitungkan bulan dari tahun itu berdasarkan peredaran bulan mengelilingi
bumi, dan telah memberikan nama bulan-bulan itu sesuai dengan keadaan alamiyah
dan peristiwa-peristiwa yang terjadi di sekitar mereka disamping untuk
menentukan bulan baru dengan melihat hilal, sehingga tiap satu tahun itu
ditetapkan 12 bulan, yang masyhur dengan nama tahun Qamariyah.
Oleh
karena itu pada saat itu telah ada pula suatu sistem penanggalan yang lain
untuk memperhitungkan bulan dan tahun kalender yaitu dengan berdasarkan
peredaran matahari di ekliptika, atau disebut tahun Syamsiyah, yang umurnya
mencapai 365,2500 hari. Selisih dari umur yang ditetapkan bagi tahun qamariyah
lebih kurang 11 hari dalam setahun. Sehingga pada saat itu orang yang
mempergunakan umur tahun Syamsiyah untuk bulan-bulan Qamariyah yang berumur
setahun hanya 354,36708 hari, sehingga yang lebih 11 hari itu mereka adakan
bulan ke-13 untuk 3 tahun sekali. Yang kemudian Allah membetulkannya sesuai
dengan petunjuk didalam Al-Qur’an yaitu firman-Nya :
¨bÎ) no£Ïã Íqåk¶9$# yZÏã «!$# $oYøO$# u|³tã #\öky Îû É=»tFÅ2 «!$# tPöqt t,n=y{ ÏNºuq»yJ¡¡9$# ßöF{$#ur !$pk÷]ÏB îpyèt/ör& ×Pããm 4 Ï9ºs ßûïÏe$!$# ãNÍhs)ø9$# 4 xsù (#qßJÎ=ôàs? £`ÍkÏù öNà6|¡àÿRr& 4 (#qè=ÏG»s%ur úüÅ2Îô³ßJø9$# Zp©ù!%x. $yJ2 öNä3tRqè=ÏG»s)ã Zp©ù!$2 4 (#þqßJn=÷æ$#ur ¨br& ©!$# yìtB tûüÉ)GãKø9$# ÇÌÏÈ
Artinya
: “Sesugguhnya
bilangan bulan pada sisi Allah adalah duabelas bulan, dalam ketetapan Allah di
waktu dia menciptakan langit dan bumi, diantaranya empat bulan haram. Itulah
(ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiayaya diri kamu dalam
bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana
merekapun memerangi kamu semuanya, dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta
orang-orang yang bertaqwa”. (At-Taubah 36)
Telah
diriwayatkan bahwa Rasulullah SAW pernah menyuruh mempergunakan tanggal yang
menunjukkan kepada bulan Hijriyah ketika beliau membuat perjanjian dengan
penduduk Najran yang Kristen, surat perjanjian itu ditulis oleh Ali bin Abi
Thalib pada tahun kelima Hijriyah.
Walaupun
begitu pada umumnya bangsa Arab pada saat itu belum juga mempergunakan
penanggalan dengan memberikan nama Hijriyah, tetapi mereka memberi nama tahun
pertama Hijriyah itu dengan tahun “Al-iznu” (izin), karena tahun itu telah
diberiksn izin oleh Allah untuk berpindah tempat dari Mekkah ke Medinah. Tahun
kedua dinamai dengan tahun “amar”
(perintah), karena telah diperintahkan oleh Allah untuk berperang melawan
musuh-musuh Islam. Tahun ketiga dinamai dengan tahun “Tamhish” (percobaan),
karena pada tahun itu telah terjadi perang uhud sebagai ujian bagi umat Islam
melalui pertempuran-pertempuran yang mengakibatkan luka-luka parah. Seterusnya
dengan tahun-tahun berikutnya yanng lain-lain sampai kepada tahun wafanya
Rasulullah SAW, hanya mereka memilih nama-nama tahun itu sesuai dengan
peristiwa yang penting terjadi pada tahun itu sendiri[1].
Para ulama ahli hisab sependapat bahwa
tarikh Hijriyah baru resmi dipakai sebagai tarikh islam adalah di masa Umar bin
Khatab yaitu pada tahun ke 17 (638 M) setelah Hijriyah[2].
Dimana
sahabat Umar bersama pembesar-pembesar muslim dan para ulama untuk dapat
menetapkan suatu hari dimana umat Islam dapat menghitung atau menyebut tanggal,
menulis dan mencatat tanggal bagi segala masalah yang mereka kerjakan. Yang
dalam diskusi tersebut terdapat beberapa alternatif, diantaranya :
1. Maulid (kelahiran)
Nabi SAW
2. Permulaan risalah
(nubuwah/dakwah) Nabi SAW
3. Hijrah Nabi SAW ke
Madinah
4. Wafatnya Nabi SAW
Yang pada akhirnya, diputuskan bahwa tahun
Hijriiyah dimulai dari hijrahnya Rasulullah ke Madinah dengan awal tahunnya
dimulai dari bulan Muharram.
B.
Teoritis
Tahun
Hijriyah adalah tahun yang dihitung mulai dari Hijrah Nabi Muhammad s.a.w. dari
Negeri Makkah Negeri Madinah dan peredaran tahunnya dihitung menurut jalan
/peredaran bulan ( Tahun Qamariyyah).[3]
Berdasarkan demikian, bulan
merupakan objek utama dalam terjadinya tahun-tahun Hijriyah, yang disebut juga
dengan tahun Qamariyah. Bulan
adalah merupakan satu-satunya satelit bumi, juga termasuk benda gelap.
Bentuknya seperti bumi, tetapi lebih kecil dari bumi. Garis tengahnya kira-kira
¼ dari garis tengah bumi, yaitu ¼ x 12756 km = 3189 km.
Bulan
mempunyai tiga jenis pergerakan yang dilakukannya sekaligus, yaitu[4]
:
1.
Pergerakannya
mengelilingi sumbunya (rotasi) dengan sangat lambat. Satu putaran penuh lamanya
satu bulan penuh, sedangkan rotasi bumi hanya 24 jam saja.
2.
Pergerakannya
mengelilingi bumi. Sementara bulan berputar pada sumbunya selama satu bulan, ia
mengelilingi bumi satu kali pula sehingga kembali ketempat letaknya semula
terhadap bumi. Hal ini menyebabkan bagian bulan yang nampak ke bumi hanyalah
sebagian saja terus menerus, sedangkan bagian lain tidak pernah nampak.
3.
Pergerakannya
bersama-sama dengan bumi mengelillingi matahari dalam waktu satu tahun.
Dengan
adanya tiga pergerakan bulan itu, ditambah dengan pergerakan bumi bersama-sama
bulan mengelilingi matahari, terjadilah pada bulan itu dua waktu peredarannya
yaitu :
1.
Waktu peredaran syderis bulan[5],
dan
2.
Waktu peredaran synodis bulan[6].
Dalam
kehidupan sehari-hari, waktu peredaran sinodislah yang kita pergunakan.
Sebenarnya waktu yang dipergunakan bulan mengelilingi bumi untuk sekali putaran
yang disebut dengan waktu peredaran sideris bulan lamanya 27 hari 7 jam 43
menit, atau dengan tepatnya 27,32166 hari. Waktu peredaran ini tidak
dipergunakan dalam perhitungan bulan, karena belum terjadinya bulan baru yang
ditandai dengan wujudnya hilal.
Waktu
yang dipergunakan bulan mengelilingi bumi dari bulan baru sampai ke bulan baru
berikutnya yang disebut wakitu peredaran sinodis bulan, lamanya adalah 29 hari
12 jam 44 menit, atau tepatnya ialah 29,53059 hari.
Adapun
perhitungan waktu untuk satu bulan qamariyah adalah masa dari satu ijtima’
bulan dengan matahari sampai kepad ijtima’ lagi bulan dengan matahari, atau
satu waktu peredaran bulan yang lamanya 29 hari 12 jam 44 menit, tepatnya yaitu
29,53059 hari.
Bulan
mengelilingi bumi selama 12 kali, sama dengan 12, inilah yang disebut dengan
satu tahun Qamariyah, atau lebih masyhur dengan sebutan tahun Hijriyah. “Memang
demikian bilangan bulan disisi Allah sejak Ia menciptakan bumi dan langit” (QS.
At-Taubah: 36)
Berdasarkan ini dapatlah dihitung jumlah
harinya dalam setahun yaitu 12 x 29,53059 hari = 354,36708 hari. Jumlah ini
ternyata tidak genap, tetapi terdapat pecahannya yaitu 0,36708 hari. Pecahan
0,3670 ini dapat dibulatkan dalam masa
30 tahun kira-kira 11 hari. Ini berarti jika kita mengambil hanya jumlah 354
hari yang genap saja, tentu kita akan menemui kekurangan tiap 30 tahun sebanyak
11 hari. Hal ini menimbulkan kekeliruan dalam menghisab tahun-tahun Hijriyah
tersebut. Oleh karena itu, 11 hari ini harus ditambah kedalam tahun-tahun yang
tertentu diantara 30 tahun tadi.[7]
Para ulama ahli hisab telah bersepakat
menambahkannya kepada tahun-tahun ke 2, 5, 7, 10, 13, 15, 18, 21, 24, 26, dan
ke-29, sehingga umur-umur tahun yang tersebut ini adalah 354 + 1 hari = 355
hari setahun. Inilah tahun yang diberi
nama dengan tahun kabisat. Untuk mengetahui tahun kabisat atau basitah dapat
dengan membagi angka tahun yang dimaksud dengan 30. Jika hasilnya sesuai dengan
angka-angka tahun kabisat di atas, maka tahun itu adalah tahun kabisat, begitu
juga sebaliknya. Sehingga untuk satuan masa (daurus-sanah) tahun Hijriyah dalam
hisab ini ditetapkan 30 tahun, 11 tahun merupakan tahun kabisat dan 19 tahun
merupakan tahun basithah.[8]
Para ahli
hisab telah menciptakan satu bait syair guna mempermudah ingatan yang berjumlah
30 huruf yang berbunyi sebagai berikut :
كف الخليل كفه ديانه * عن كل خل حبه
فصانه
Artinya
: “Teman karib itu bertahan karena agama, bukanlah teman karib yang memelihara
kesukaannya”
Syair tersebut terdiri dari 30 huruf. Huruf yang bertitik adalah tahun kabisat
dan yang tak bertitik tahun basitah. [9]
C.
Perhitungan
Mengingat
hadits yang diriwayatkan Imam Bukhari dari Abdullah bin Umar, bahwasanya satu
bulan terkadang 29 hari dan terkadang 30 hari, maka untuk menentukan kalender
urfi Hijriyah dalam penentuan tanggal 1 tidak mempertimbangkan apakah hilal
sudah wujud atau belum, tetapi dengan menentukan frekwensi usia bulan tetap.
Untuk bulan yang bernomor gasal usianya 30 hari, yaitu bulan (Muharram, Rabiul
Awal, Jumadil Awal, Rajab, Ramadhan, dan Dzulqo’dah), sedangkan untuk bulan
yang bernomor genap usianya 29 hari, yaitu bulan (Shafar, Rabiustani,
Jumaditsani, Sya’ban, Syawal, dan Dzulhijah), demikian untuk tahun basitah
terus berulang. Untuk tahun kabisat bulan Dzulhijah di tambah satu hari
sehingga menjadi 30 hari dan jumlah hari dalam tahun kabisat 365 hari.
Pedoman
Hari Dan Pasaran[10]
Bulan
|
Hr
|
Ps
|
Umur
|
Muharram
|
1
|
1
|
30
|
Shafar
|
3
|
1
|
29
|
Rabi’ul
Awal
|
4
|
5
|
30
|
Rabi’ul
Akhir
|
6
|
5
|
29
|
Jumadal
Awal
|
7
|
4
|
30
|
Jumadil
Akhir
|
2
|
4
|
29
|
Rajab
|
3
|
3
|
30
|
Sya’ban
|
5
|
3
|
29
|
Ramadhan
|
6
|
2
|
30
|
Syawal
|
1
|
2
|
29
|
Dzulqa’dah
|
2
|
1
|
30
|
Dzulhijjah
|
4
|
1
|
29/30
|
Contoh perhitungan[11]:
- Hari apakah 1 Muharram
1429 H?
Jawab :
1 Muharram 1429 H:
30/ 1428 = 47 x 10.631 = 499.657
1410
18 x 354 + 7 = 6.379
1 Muharram = 1 +
Jumlah =
506.037
506.037 : 7 = 72.291 lebih 0 = Kamis
506.037 : 5 = 101.207 lebih 2 = pahing
Jadi,
tanggal 1 Muharram jatuh pada hari Kamis pahing. Untuk mencari hari-hari pada
bulan berikutnya kita bisa lihat pada tabel berikut, dengan patokan Kamis = 1,
dan pahing = 1 maka dapat diperoleh data sebagai berikut:
Bulan
|
Hari
|
Pasaran
|
||
1 Muharram
|
1
|
Kamis
|
1
|
Pahing
|
1 Shafar
|
3
|
Sabtu
|
1
|
Pahing
|
1 Rabi’ul Awal
|
4
|
Ahad
|
5
|
Legi
|
1 Rabi’ul Akhir
|
6
|
Selasa
|
5
|
Legi
|
1 Jumadil Awal
|
7
|
Rabu
|
4
|
Kliwon
|
1 Juamdil Akhir
|
2
|
Jum’at
|
4
|
Kliwon
|
1 Rajab
|
3
|
Sabtu
|
3
|
Wage
|
1 Sya’ban
|
5
|
Senin
|
3
|
Wage
|
1 Ramadhan
|
6
|
Selasa
|
2
|
Pon
|
1 Syawal
|
1
|
Kamis
|
2
|
Pon
|
1 Dzulqa’dah
|
2
|
Jum’at
|
1
|
Pahing
|
1 Dzulhijjah
|
4
|
Ahad
|
1
|
Pahing
|
صفر
|
1429
|
محرم
|
||||||||
|
2
pon
|
9
kliwon
|
16
|
23
|
الأحد
|
|
4
Kliwon
|
11
Pahing
|
18
Wage
|
25
Legi
|
|
3
wage
|
10
legi
|
17
|
24
|
الإثنين
|
|
5
Legi
|
12
Pon
|
19
Kliwon
|
26
Pahing
|
|
4
kliwon
|
11
|
18
|
25
|
الثلاثاء
|
|
6
Pahing
|
13
Wage
|
20
Legi
|
27
Pon
|
|
5
legi
|
12
|
19
|
26
|
الأربعاء
|
|
7
pon
|
14
Kliwon
|
21
Pahing
|
28
Wage
|
|
6
pahing
|
13
|
20
|
27
|
الخميس
|
1
pahing
|
8
Wage
|
15
Legi
|
22
Pon
|
29
Kliwon
|
|
7
pon
|
14
|
21
|
28
|
الجمعة
|
2
Pon
|
9
Kliwon
|
16
pahing
|
23
Wage
|
30
Legi
|
1
pahing
|
8
wage
|
15
|
22
|
29
|
السبت
|
3
wage
|
10
legi
|
17
pon
|
24
kliwon
|
|
- Analisis
Hisab
urfi ialah hisab penentuan awal bulan Qomariyah yang didasarkan pada waktu
rata-rata peredaran bulan. Hisab ini merupakan salah satu hisab yang sangat
sederhana yang senantiasa hanya didasarkan pada garis-garis besarnya saja.
Sistem penanggalan hisab urfi senantiasa
menggunakan bilangan tetap yang tidak pernah berubah. Oleh karena itu,
kadang hasil perhitungannya berbeda dengan bulan (hilal), sehingga hasil
penanggalan ini tidak boleh dijadikan dasar pelaksanaan ibadah, khususnya puasa
Ramadhan, ‘Idhul Fitri, dan ‘Idhul Adha.
- Penutup
Demikianlah makalah ini kami buat. Manusia
adalah makhluk Tuhan yang paling sempurna, namun tidak ada satu manusia pun
yang mencapai derajat kesempurnaan. Manusia hanya berusaha untuk bisa lebih
sempurna dari sebelumnya, namun Tuhanlah yang menentukan tingkat
keberhasilannya. penulis yakin mempunyai banyak kesalahan, tetapi penulis lebih
yakin pada kekuasaan Tuhan karena Tuhan tidak akan menyia-nyiakan usaha
hambanya menuju arah yang lebih baik.
DAFTAR
PUSTAKA
Choeza’i Aly, Muhammad,
1977, pelajaran Hisab Ishtilah, Semarang : Ramadhani
Hambali, Slamet, Hisab Awal Bulan Sistem
Ephimeris, makalah disampaikan pada Pendidikan Ketrampilan Khusus bidang
Hisab-Rukyat tahun Anggaran 2007 “Lestarikan Tradisi Ulama Salaf Kembangkan
Keterampilan Hisab-Rukyat” Direktorat PD Pontren Ditjen Pendidikan Islam Depag
RI.
Harun, M. Yusuf,
2008, Pengantar Ilmu Falak, Banda Aceh : Yayasan Pena
Khazin,
Muhyiddin, 2004, Ilmu Falak dalam
Teori dan Praktek, Yogyakarta : Buana
Pustaka
Saksono, Tono,
2007, Mengkompromikan Rukyat dan Hisab, Jakarta: Amythos Publicito
[3] Muhammad. Choeza’i Aly, pelajaran Hisab
Ishtilah, (Semarang : Ramadhani cet
I, 1977), hal 11
[4] Opcit,
M. Yusuf Harun, hal. 93
[5]
Periode Syderis adalah rentang waktu dimana bulan mengitari bumi satu lingkaran
penuh selama 27 hari.
[6]
Periode Synodis adalah rentang waktu antar dua konjungsi selama 29,5 hari.
[7] Ibid, hal 97
[8]
Slamet Hambali, Hisab Awal Bulan Sistem Ephimeris, makalah disampaikan
pada Pendidikan Ketrampilan Khusus bidang Hisab-Rukyat tahun Anggaran 2007
“Lestarikan Tradisi Ulama Salaf Kembangkan Ketrampilan Hisab-Rukyat” Direktorat
Pedepontren Ditjen Pendidikan Islam Depag RI.
[9] Muhyiddin Khazin, Ilmu Falak dalam Teori dan Praktek (Yogyakarta: Buana Pustaka , 2004), hal 108
ada beberapa versi makna dari nama bulan pada takwim arab-yahudi kuno,
BalasHapusmuharram / tisyri (ethanim) = mengharamkan berperang, merupakan awal tahun (ra's as-sanah / rosy ha syanat)
safar / hesywan (bul) = safr (bepergian), sifr (kosong), sifr (kuning), daun2 menguning sebagai penanda awal musim gugur
rabi' / kislev - tebeth - kislev= musim gugur
jumad / syebat - adar = [musim] dingin
rajab / nissan (abib)= melelehnya es setelah musim dingin
sya'ban / iyyar (ziv) = syi'bun (lembah), penanda awal musim semi
ramadan / sivan = ramad (panas), suhu mulai menghangat,
syawwal / tammuz = meningkat, suhu semakin meningkat karena menjelang musim panas
zul-qa'dah / ov (ab) = zu al-qa'du, orang2 yang duduk, karena saat itu merupakan puncak musim panas
sementara zul-hijjah / elul adalah bulan ziarah haji sejak jaman nabi ibrahim hingga kini