Sejarah peradaban islam pada
masa Khulafa Ar-Rosyidin
A.
PENDAHULUAN
1.
Latar
Belakang Masalah
Sejarah
adalah suatu rujukan saat kita akan membangun masa depan. Namun, kadang orang
malas untuk melihat sejarah. Sehingga orang cenderung berjalan tanpa tujuan dan
mungkin mengulangi kesalahan yang pernah ada dimasa lalu. Disnilah sejarah
berfungsi sebagai cerminan bahwa dimasa silam telah terjadi sebuah kisah yang
patut kita pelajari untuk merancang masa depan.
Khulafah
ar-Rasyidin merupakan para pemimpin ummat Islam setelah Nabi Muhammad SAW
wafat, yaitu pada masa pemerintahan Abu Bakar, Umar bin Khattab, Utsman bin
Affan dan Ali bin Abi Thalib, Radhiallahu Ta’ala anhu ajma’in dimana sistem
pemerintahan yang diterapkan adalah pemerintahan yang islami karena
berundang-undangkan dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Khulafa
al-Rasyidin sebagai sahabat-sahabat yang meneruskan perjuangan Nabi Muhammad
kiranya pantas untuk dijadikan sebagai rujukan saat kita akan melaksanakan sesuatu
dimasa depan. Karena peristiwa yang terjadi sungguh beragam. Dari mulai cara
pengaangkatan sebagai khalifah, sistem pemerintahan, pengelolaan administrasi,
hubungan sosial kemasyaratan dan lain sebagainya.
Dalam
memahami sejarah kita dituntut untuk dapat berpikir kritis. Sebab, sejarah
bukanlah sebuah barang mati yang tidak dapat dirubah. Akan tetapi sejarah bisa
saja dirubah kisahnya oleh sang penulis sejarah. Nalar kritis kita dituntut
untuk mampu membaca sejarah dan membandingkan dengan pendapat lain. Saat kita
sudah mampu untuk menyibak tabir sejarah dari berbagai sumber, barulah kita
dapat melakukan rekonstruksi sejarah.
Rekonstruksi
sejarah perlu dilakukan agar kita dapat memisahkan antara peradaban Arab dan
peradaban islam. Sebab, kita sering memakan mentah-mentah peradaban yang datang
dari Arab sebab semuanya dianggap sebagai peradaban islam. Kita perlu memandang
peradaban dari berbagai aspeknya. Langkah ini agar kita tidak hanya sekedar
”bangga” dan larut dalam historisisme yang seringkali ”menjebak” pemikiran
progressif kita.[1]
2.
Rumusan Masalah
Ø Pengertian Khulafa’ al-Rayidin
Ø Bagaimana
Perkembangan Politik dan Pemerintahan pada masa Khulafa’ al-Rayidin?
Ø Bagaimana
Perkembangan Kebudayaan dan Peradaban pada masa Khulafa’ al-Rayidin?
B.
PEMBAHASAN
1.
Pengertian Khulafa’ al-Rayidin
Kata خليفة, menurut
Luis Ma’luf Yasu’I dalam kamus Al-Munjid biasa diterjemahkan dengan
pengganti. Dalam al-Qur’an terdapat dua kata خليفة , empat kata خلائف, dan tiga kata خلفاء: tapi tidak satu pun tertuju
pada Muhammad. Saw. atau khalifahnya.[2] Kholifah dalam surat al baqarah : 30, nabi
adam, Surat shod : 26, nabi adam
Al-khulafa
ar-rosyidin bermakna pengganti-pengganti rasul yang cendekiawan.
Adapun pencetus nama al-khulafa ar-rosyidin adalah dari orang-orang
muslim yang paling dekat dari Nabi setelah meninggalnya beliau. Mengapa
demikian, karena mereka menganggap bahwa 4 tokoh sepeninggal Rasul itu orang
yang selalu mendampingi Rasul ketika beliau menjadi pemimpin dan dalam menjalankan
tugas.[3] Diantaranya yaitu Abu Bakar as-Shiddiq, Umar
ibn Khattab, Usman ibn Affan, dan Ali ibn Abi Thalib.
Istilah khulafa
ar-rasyidin berasal dari sebuah riwayat yang disandarkan kepada Nabi Muhammad
saw. dalam riwayat tersebut dikatakan bahwa Nabi bersabda :
“umatku akan terpecah-pecah menjadi 73 golongan, semuanya akan
ditempatkan di neraka kecuali satu golongan saja. Apa yang satu golongan itu? Tanya seorang
sahabat. Nabi saw. Menjawab: “kelompok Ahlussunnah wal jama’ah.” Mereka yang
taat pada sunnahku dan sunnah al-khulafa ar-rosyidin.”[4]
2.
Bagaimana
Perkembangan Kebudayaan dan Peradaban pada masa Khulafa’ al-Rayidin?
a)
Abu Bakar
As-Shiddiq (11-13 H/ 632-634 M)
Biografi singkat Abu Bakar As-Shiddiq
Abu Bakar lahir pada tahun 573 M dari sebuah keluarga terhormat di
Mekkah. Abu Bakar adalah nama gelar yang diberikan masyarakat muslim kepadanya.
Nama aslinya adalah Abdullah Ibn Abi Kuhafah. Lalu ia mendapat gelar
al-Shiddieq setelah masuk Islam. Nama sebelum muslim adalah Abdul Ka'bah.
Ibunya bernama Salma Ummul Khair, yaitu anak paman Abu Quhafah. Sejak masa
kanak-kanak Abu Bakar dikenal pribadi yang jujur, tulus, kuat kemauan,
pemberani, rendah hati, pemaaf, dan suka beramal, sehingga masyarakat kota Mekah
menaruh hormat kepadanya.
Pada masa
jahiliyah, Abu Bakar adalah seorang saudagar kaya, sering melakukan perjalanan
perdagangan untuk menjajakan barang dagangannya ke berbagai tempat, baik di
dalam maupun di luar kota Mekah. Dalam berdagang, ia selalu berlaku jujur,
sehingga banyak orang yang tertarik dengan cara-cara yang dilakukanya itu yang
pada akhirnya banyak para pembeli yang datang dan membeli barang dagangannya.
Dengan demikian, Abu Bakar memperoleh banyak keuntungan dari sikap jujur yang
diterapkan dalam berdagang. Kejujurannya ini terbawa hingga Abu Bakar memeluk
Islam.
Abu Bakar
bukan saja sebagai seorang sahabat Nabi Saw yang menyatakan kesetiannya untuk
menerima Islam dan membela ajaran Islam yang dibawa Nabi Muhamad Saw, tetapi
lebih dari itu, Abu Bakar adalah salah seorang sahabat setia yang rela
berkurban harta dan jiwa untuk kepentingan penyebaran Islam dan membela umat
Islam. Oleh karena itu, tak heran kalau kemudian Abu Bakar dikenal sebagai
seorang sahabat terpercaya dan dikagumi Nabi Saw.[5]
Proses
pengangkatan Abu Bakar Sebagai Khalifah
Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wasallam tidak meninggalkan
wasiat tentang siapa yang akan menggantikan beliau Shallallahu ‘Alaihi wasallam
sebagai pemimpin politik umat Islam setelah beliau Shallallahu ‘Alaihi wasallam
wafat. Ia Shallallahu ‘Alaihi wasallam nampaknya menyerahkan persoalan tersebut
kepada kaum muslimin sendiri untuk menentukannya. Karena itulah, tidak lama
setelah beliau Shallallahu ‘Alaihi wasallam wafat; belum lagi jenazahnya
dimakamkan, sejumlah tokoh Muhajirin dan Anshar berkumpul di balai kota Bani
Sa'idah, Madinah. Mereka memusyawarahkan siapa yang akan dipilih menjadi
pemimpin. Musyawarah itu berjalan cukup alot karena masing-masing pihak, baik
Muhajirin maupun Anshar, sama-sama merasa berhak menjadi pemimpin umat Islam.
Namun, dengan semangat ukhuwah Islamiyah yang tinggi, akhirnya, Abu Bakar
Radhiallahu ‘anhu terpilih. Rupanya, semangat keagamaan Abu Bakar Radhiallahu
‘anhu mendapat penghargaan yang tinggi dari umat Islam, sehingga masing-masing
pihak menerima dan membaiatnya.[6]
Perkembangan politik dan pemerintahan pada masa
Abu Bakar As-Shiddiq
Meskipun Abu
Bakar terpilih secara demokratis pada 632 M, bukan berarti masa-masa
kepemimpinannya berjalan dengan mulus.
Pada masa pemerintahannya,
ia menyelesaikan persoalan dalam negeri terutama tantangan yang disebabkan oleh
suku-suku bangsa Arab yang tidak mau tunduk lagi kepada pemerintah Madinah
sepeninggal Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wasallam. Mereka menganggap bahwa
perjanjian yang dibuat dengan Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wasallam,
dengan sendirinya batal setelah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wasallam wafat. Karena
itu mereka menentang Abu Bakar Radhiallahu ‘anhu. Karena sikap keras kepala dan
penentangan mereka yang dapat membahayakan agama dan pemerintahan, Abu Bakar
Radhiallahu ‘anhu menyelesaikan persoalan ini dengan apa yang disebut Perang
Riddah (perang melawan kemurtadan). Khalid ibn Al-Walid Radhiallahu ‘anhu
adalah panglima yang banyak berjasa dalam Perang Riddah ini.
Nampaknya,
kekuasaan yang dijalankan pada masa Khalifah Abu Bakar Radhiallahu ‘anhu,
sebagaimana pada masa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wasallam, bersifat
sentral; kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif terpusat di tangan
khalifah. Selain menjalankan roda pemerintahan, Khalifah juga melaksanakan
hukum yang telah ditetapkan dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah. Meskipun demikian,
seperti juga Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wasallam, Abu Bakar Radhiallahu
‘anhu selalu mengajak sahabat-sahabat besarnya bermusyawarah.
Setelah
menyelesaikan urusan perang dalam negeri, barulah Abu Bakar Radhiallahu ‘anhu
mengirim kekuatan ke luar Arabia. Khalid ibn Walid Radhiallahu ‘anhu dikirim ke
Iraq dan dapat menguasai wilayah al-Hirah di tahun 634 M. Ke Syria dikirim
ekspedisi di bawah pimpinan empat panglima yaitu Abu Ubaidah ibnul Jarrah, Amr
ibnul 'Ash, Yazid ibn Abi Sufyan dan Syurahbil Radhiallahu Ta’ala anhu ajma’in.
Sebelumnya pasukan dipimpin oleh Usamah ibn Zaid Radhiallahu ‘anhu yang masih
berusia 18 tahun. Untuk memperkuat tentara ini, Khalid ibn Walid Radhiallahu
‘anhu diperintahkan meninggalkan Irak, dan melalui gurun pasir yang jarang
dijalani, ia sampai ke Syria.
Selain
keberhasilan dalam menegakkan kekuatan hukum dan politik Islam, banyak pula
kemajuan yang dicapai pada masa permerintahan khalifah abu Bakar al-Shiddieq,
seperti:
- Perbaikan Sosial Kamasyarakatan
-
Pengumpulan
ayat-ayat al-Qur'an
-
Perluasan
dan penyebaran agama Islam
Hal pertama
yang dilakukan khalifah Abu Bakar adalah menciptakan stabilitas sosial dan
politik di dalam negeri dari berbagai gangguan yang merongrong kekuasaan dan
kekuatan Islam misalnya gerakan kaum murtad, gerakan kaum munafik dan gerakan
kelompok nabi palsu. Setelah berhasil menciptakan keamanan dan ketentraman, khalifah
Abu Bakar mulai melakukan perbaikan–perbaikan sosial kemasyarakatan.
Setelah semua
itu teratasi dengan baik, barulah khalifah melakukan tin-dakan-tindakan
positif, misalnya pengumpulan ayat-ayat aI-Qur'an untuk dija-dikan mushaf.
Pengumpulan ayat-ayat al-Qur'an ini atas anjuran Umar ibn al-Khattab yang
merasa khawatir kehilangan al-Qur'an setelah Iebih dari 70 orang sahabat gugur
dalam upaya penumpasan para pembangkang, terutama ketika memerangi nabi palsu
Musailamah Al-Kazzab. Selain itu, apabila tidak dilakukan pengumpulan, maka
dikhawatirkan ayat-ayat al-Qur'an yang tertulis di dalam pelepah kurma,
bebatuan dan tulang belulang, akan sirna, sehingga Islam tidak memiliki kitab
suci. Padahal kitab suci merupakan simbol keberadaan sebuah agama, termasuk
agama Islam.
Usul tersebut
diterima baik oleh Khalifah Abu Bakar. Untuk itu, beliau memerintahkan Zaid ibn
Tsabit untuk mengumpulkannya ke dalam satu mushaf. Setelah selesai, mushaf
tersebut disimpan oleh Abu Bakar untuk dijadikan bahan pedoman bacaan al-Qur'an.
Sepeninggal Abu Bakar, mushaf itu disimpan oleh Hafsah binti Umar, isteri Nabi
Muhammad Saw.[7]
Mushaf inilah yang kemudian menjadi bahan rujukan bagi upaya khalifah Usman bin
Affan dalam membukukan al-Qur’an, sehingga al-Qur’an dapat terjaga keasliannya
hingga kini. Upaya pengumpulan ini merupakan salah satu keberhasilan khalifah
Abu Bakar al-shiddieq dalam mengembangkan Islam saat itu.
Abu Bakar
Radhiallahu ‘anhu menjadi khalifah hanya dua tahun. Pada tahun 634 M ia
meninggal dunia. Pada saat Abu Bakar Radhiallahu ‘anhu meninggal dunia,
sementara barisan depan pasukan Islam sedang mengancam Palestina, Irak, dan
kerajaan Hirah. Ia diganti oleh "tangan kanan" nya, Umar ibn Khatthab
al-Faruq Radhiallahu ‘anhu. Ketika Abu Bakar Radhiallahu ‘anhu sakit dan merasa
ajalnya sudah dekat, ia bermusyawarah dengan para pemuka sahabat, kemudian
mengangkat Umar ibn Khatthab Radhiallahu ‘anhu sebagai penggantinya dengan
maksud untuk mencegah kemungkinan terjadinya perselisihan dan perpecahan di
kalangan umat Islam. Kebijaksanaan Abu Bakar Radhiallahu ‘anhu tersebut
ternyata diterima masyarakat yang segera secara beramai-ramai membaiat Umar
Radhiallahu ‘anhu . Umar Radhiallahu ‘anhu menyebut dirinya Khalifah Rasulillah
(pengganti dari Rasulullah). Ia juga memperkenalkan istilah Amir al-Mu'minin
(petinggi orang-orang yang beriman).[8]
b)
Umar bin Khatthab (13-23 H/634-644 M)
Biografi singkat Umar bin Khatthab
Nama lengkapnya adalah Umar
Ibnu al-Khatthab bin Nufail bin Abdul Uzza dari Bani Adi bin Ka’ab. Umar ibn
al-Khattab lahir pad tahun 513 M pada satu keluarga suku Qu-rays. Ayahnya
bernama Nufail ibn Abdul 'Uzza al-Quraysi dan berasal dari suku Bani Adi.
Sedang ibunya bernama Hantamah binti Hasyim ibn al-Mughirah ibn Abdillah.
Silsilahnya berhubungan dengan Nabi Muhamad Saw pada generasi ke delapan, yaitu
Fihr. Dia dikenal sebagai sosok yang keras hati dan kasar serta sosok
pemberani. Selain itu, sebelum masuk islam, dia juga dikenal sebagai orang yang
sangat memusuhi islam dan banyak menyiksa kaum mu’minin. Dia masuk islam tahun
ke 6 kenabian.[9]
Cerita
tentang k-eislaman Umar ini berawal takala ia mengetahui kabar tentang fathimah
(saudara perempuannya) masuk islam, ia langsung menemuinya. Di rumah fathimah,
ia menjumpai Khabab bin Art dan Sa’id - suami Fatimah sedang mengajari Fatimah
membaca al-Qur’an, maka umar pun langsung memukuli Fatimah. Fatimah menolak
memberikan mushaf itu kepada umar kecuali ia bersuci terlebih dahulu. Umar pun
langsung mandi dan membaca mushaf tersebut. Yang pertama kali ia baca adalah
awal surat Thaha. Allah melapangkan hati umar dengan bacaan tersebut, lalu ia
langsung pergi ke Baitul Arqam dan mengikrarkan diri masuk islam dihadapan
rasulullah.[10]
Proses
pengangkatan Umar bin Khatthab Sebagai
Khalifah
Berbeda dengan proses pengangkatan khalifah Abu bakar sebagai
khalifah. Abu Bakar dipilih secara demokratis melalui proses perdebatan yang
cukup panjang, hingga akhirnya ia terpilih sebagai khalifah yang sah. Sementara
Umar ibn al-Khattab diangkat melalui penunjukkan yang dilakukan khalifah Abu
Bakar setelah mendapatkan persetujuan dari para sahabat besar. Hal itu
dilakukan khalifah guna menghindari pertikaian politik antara umat Islam
sendiri. Beliau khawatir kalau pengangkatan itu dilakukan melalui proses
pemilihan seperti pada masanya, maka situasinya akan menjadi keruh. Karena
kemungkinan terdapat banyak kepentingan yang ada di antara mereka yang akan
membuat negara menjadi tidak stabil, sehingga pelaksanaan pembangunan dan
pengembangan, Islam akan terhambat.
Ketika Abu
Bakar jatuh sakit pada musim panas tahun 634 M dan selama 15 hari tidak kunjung
sembuh, ia memanggil para sahabat besar dan mengemukakan keinginannya. Beliau
menginginkan sebelum meninggal, kekuasaan sudah berada di tangan pengganti yang
benar. Ia melihat bahwa saat ini orang yang paling tepat untuk rnenggantikan
kedudukannya sebagai khalifah adalah Umar ibn al-Khattab.[11]
Perkembangan politik dan pemerintahan pada masa
Umar bin Khatthab
Pada masa kepemimpinan Umar Ibn Al-Khatthab, wilayah islam sudah
meliputi jazirah Arabia, Palestina, Syria, sebagian besar wilayah Persia, dan
Mesir. Karena perluasan daerah terjadi dengan begitu cepat, Umar Ibn
Al-Khaththab segera mengatur administrasi negara dengan mencontoh administrasi
pemerintahan, dengan diatur menjadi delapan wialayah propinsi : Mekah, Madinah,
Syria, Jazirah, Basrah, Kufah, Palestina, dan Mesir.
Beberapa
departemen yang dipandang perlu didirikan pada masanya mulai diatur dan
ditertibkan sistem pembayaran gaji dan pajak tanah. Pengadilan didirikan dalam
rangka memisahkan lembaga Yudikatif dengan Eksekutif. Untuk menjaga keamanan
dan ketertiban, Jawatan kepolisian dibentuk. Demikian juga jawatan pekerjaan
umum, Umar Ibn Al-Khaththab juga mendirikan Bait al-Mall. Dalam menyelesaikan
permasalahan yang berkembang dimasyarakat Umar selalu berkomunikasi
dengan orang-orang yang memang dianggap mampu dibidangnya.[12]
Pada pemerintahannya Umar juga Membangun dan merenovasi masjid-masjid, sepeti
Masjid al-Haram, Masjid Nabawi, Masjid al-Aqsha, dan Masjid Amr ibn al-'Ash.
Umar
Radhiallahu ‘anhu memerintah selama sepuluh tahun (13-23 H/634-644 M). Masa
jabatannya berakhir dengan kematian. Dia dibunuh oleh seorang majusi, budak
dari Persia bernama Abu Lu'lu'ah. Untuk menentukan penggantinya, Umar
Radhiallahu ‘anhu tidak menempuh jalan yang dilakukan Abu Bakar Radhiallahu
‘anhu. Dia menunjuk enam orang sahabat dan meminta kepada mereka untuk memilih
salah seorang di antaranya menjadi khalifah. Enam orang tersebut adalah Usman,
Ali, Thalhah, Zubair, Sa'ad ibn Abi Waqqash, Abdurrahman ibn 'Auf Radhiallahu
Ta’ala anhu ajma’in. Setelah Umar Radhiallahu ‘anhu wafat, tim ini
bermusyawarah dan berhasil menunjuk Utsman Radhiallahu ‘anhu sebagai khalifah,
melalui proses yang agak ketat dengan Ali ibn Abi Thalib Radhiallahu ‘anhu.[13]
c)
Ustman Ibn Affan (23-35
H/644-656 M)
Biografi singkat Ustman Ibn Affan
Nama lengkapnya Ustman Ibn Affan bin Abi Ash bin Umayyah bin Abd
Syams bin Abd Manaf, biasa dipanggil Abu Abdillah dan di gelari Dzu
An-Nur’ain (pemilik dua cahaya).[14] Ayahnya bernama Affan dan ibunya bernama Arwa.
Usman ibn
Affan dilahirkan pada tahun 573 M pada sebuah keluarga dari suku Qurays Bani
Umayah. Nenek moyangnya bersatu dengan nasab Nabi Muhamad Saw pada generasi
ke-5. Sebelum masuk Islam ia dipanggil dengan sebutan Abu Amr. Usman ibn Affan
merupakan kerabat dekat Abu Sufyan, la adalah sahabat Nabi Saw yang pandai
membaca dan menulis, karena sejak kecil ia dikenal sebagai anak yang cerdas dan
jujur, sehingga ketika dewasa ia merupakan salah satu orang yang berpengaruh di
jaziarah Arabia.
Usman ibn
Affan masuk Islam atas ajakan Abu Bakar, salah seorang sahabat dekatnya. Ada
satu riwayat yang menceritakan tentang keislamannya. Suatu malam ia bermimpi
dibangunkan oleh seseorang yang memanggilnya, “Bangunlah, engkau tiduran saja,
sementara Ahmad sedang, sibuk berdakwah di Mekah. Setelah terbangun, ia
termenung dan kemudian menemui Nabi Muhammad dan menyatakan keislamannya.
Setelah pamannya bernama Hakam mendengar ia masuk Islam, ia dicambuk berkali-kali
agar kembali kepada agama nenek moyangnya. Namun karena dia telah memiliki
tekad yang kuat untuk tetap bertahan pada agama Islam, kekerasan yang
di-terimanya tidak dirasakan bahkan keimananya semakin kuat.
Proses
pengangkatan Ustman Ibn Affan Sebagai Khalifah
Dalam keadaan sakit, khalifah Umar ibn al Khattab membentuk sebuah
dewan untuk mengatasi persoalan yang akan dihadapi, terutama soal penggantian
kepemimpinan setelahnya. Dewan tersebut terdiri dari Usman ibn Affan, Ali ibn
Abi Thalib, Thalhah ibn Ubaidillah, Zubair ibn Awwam, Abdurrahman ibn Auf, dan
Sa'ad ibn Abi Waqqash. Dewan ini bertugas memilih salah seorang di antara
mereka yang akan menggantikannya sebagai khalifah. Abdurrahman ibn Auf
dipercayakan menjadi ketua pantia pemilihan tersebut. Berkat ketekunan dan
kebijaksanaan Abdurrahman ibn Auf, akhirnya proses pemilihan berjalan lancar
dan menghasilkan sebuah keputusan yang memenangkan Usman ibn Affan terpilih
sebagai khlifah. Kemudian Abdurrahman ibn Auf mengangkat tangan Usman ibn
Afffan sebagai tanda penga¬kuannya sebagai khalifah baru, pengganti khalifah
terdahulu, yaitu Umar lbn al-Khattab. Ketika terpilih sebagai khalifah, Usman
ibn Affan telah berusia 70 tahun, usia yang telah matang dan penuh bijaksana.[15]
Perkembangan politik dan pemerintahan pada masa
Ustman
Ibn Affan
Di masa pemerintahan Utsman Radhiallahu‘anhu, Armenia, Tunisia, Cyprus, Rhodes, dan bagian
yang tersisa dari Persia, Transoxania, dan Tabaristan berhasil direbut. Dan ia
juga membangun
pangkalan angkatan laut, menyuruh membentuk kepolisian Negara, dan mendirikan
gedung peradilan.[16]
Dalam
pemerintahannya juga dilakukan usaha pengumpulan al-Qur'an menjadi satu mushaf
yang merupakan kelanjutan dari usaha sebelumnya, terutama pada masa khalifah
pertama dan kedua. Pada tahun 26 H khalifah Usman ibn Affan mengkonsentrasikan
pada upaya penulisan al-Qur'an dengan membentuk panitia penulisan dan pembukuan
al-Qur'an yang diketuai oleh Zaid ibn Tsabit. Seperti diketahui bahwa Zaid ibn
Tsabit adalah salah seorang sahabat Nabi Saw yang dipercaya sebagai sekretaris
Nabi saw untuk mencatat semua wahyu yang diturunkan kepada Rasulullah saw,
Selain itu, ia juga termasuk dalam seorang sahabat yang hafal al-Qur'an.
Sementara Abdulah ibn Zubair, Sa'ad ibn Abi Waqqash dan Abdur¬rahman ibn Haris
ibn Hisyani adalah sebagai anggota. Mereka diminta untuk menvylin al-Qur'an
yang terdapat di beberapa tempat, seperti di lembar pelapah kurma, bebatuan,
kulit dan tulang untuk dibukukan menjadi sebuah mushaf. Al- Qur'an yang ditulis
dan dibukukan ini kemudian dikenal dengan sebutan mushaf. Mushaf yang ditulis
sebanyak 5 buah. 4 buah di antaranya dikirim ke masing-masing wilayah Islam
sebagai pedoman bacaan yang benar. Sedangkan sebuah lagi disimpan di Madinah
untuk khalifah Usman sendiri. Mushaf itu kemudian dikenal dengan istilah Mushaf
al- imam atau Mushaf Usmani.
Pemerintahan
Usman Radhiallahu ‘anhu berlangsung selama 12 tahun, pada paruh terakhir masa
kekhalifahannya muncul perasaan tidak puas dan kecewa di kalangan umat Islam
terhadapnya. Kepemimpinan Utsman Radhiallahu‘anhu memang sangat berbeda dengan
kepemimpinan Umar Radhiallahu ‘anhu. Ini karena fitnah dan hasutan dari
Abdullah bin Saba’ Al-Yamani salah seorang yahudi yang berpura-pura masuk
islam. Ibnu Saba’ ini gemar berpindah-pindah dari suatu tempat ke tempat
lainnya untuk menyebarkan fitnah kepada kaum muslimin yang baru masa
keislamannya. Akhirnya pada tahun 35 H/1655 M, Utsman Radhiallahu ‘anhu dibunuh
oleh kaum pemberontak yang terdiri dari orang-orang yang berhasil dihasut oleh
Abdullah bin Saba’ itu.
Salah satu
faktor yang menyebabkan banyak rakyat berburuk sangka terhadap kepemimpinan
Utsman Radhiallahu ‘anhu adalah kebijaksanaannya mengangkat keluarga dalam
kedudukan tinggi. Yang terpenting di antaranya adalah Marwan ibn Hakam
Rahimahullah. Dialah pada dasarnya yang dianggap oleh orang-orang tersebut yang
menjalankan pemerintahan, sedangkan Utsman Radhiallahu ‘anhu hanya menyandang
gelar Khalifah. Setelah banyak anggota keluarganya yang duduk dalam jabatan-jabatan
penting, Usman Radhiallahu ‘anhu laksana
boneka di hadapan kerabatnya itu. Dia tidak dapat berbuat banyak dan terlalu
lemah terhadap keluarganya. Dia juga tidak tegas terhadap kesalahan bawahan.
Harta kekayaan negara, oleh kerabatnya dibagi-bagikan tanpa terkontrol oleh
Usman Radhiallahu ‘anhu sendiri. Itu semua akibat fitnah yang ditebarkan oleh
Abdullah bin Saba’.[17]
d)
Ali Ibn Abi
Thalib (35-40 H/656-661 M)
Biografi singkat Ali Ibn Abi
Thalib
Ali ibn Abi Thalib adalah khalifah keempat setelah Usman ibn Affan.
Nama lengkapnya adalah Ali ibn Abi Thalib ibn Abdul Muthalib ibn Hasyim ibn
Abdi Manaf. la dilahirkan 32 tahun setelah kelahiran RasuluIIah Saw. Sejak Usia
kecil Ali ibn Abi Thalib diasuh oleh Nabi Muhamad Saw. la diasuh sebagaimana
anak kandung Nabi sendiri. Hal itu dilakukan Rasulullah Saw untuk meringan¬kan
beban berat yang diderita keluarga pamannya setelah bencana besar yang melanda
kota Makah. Setelah bencana terjadi, Nabi Muhamad Saw memohon kepada pa¬mannya
yang lain, yaitu Abbas ibn Abdul Muthalib agar membantu saudaranya yang sedang
terkena musibah. Akhirnya Abbas setuju dan meng¬ambil Ja'far ibn Abi Thalib
untuk diasuh, sementara Nabi Saw mengambil Ali ibn Abi Thalib un¬tuk diasuhnya
pula.
Dengan
demikian, Ali ibn Abi Thalib tumbuh menjadi anak baik dan cer-das di bawah
asuhan Rasulullah Saw. Rasulullah saw selalu memberikan kasih saying yang besar
kepadanya, sebagaimana yang ia berikan kepada anak-anaknya. Ketika Muhamad Saw
diangkat menjadi Nabi dan Rasul, Ali ibn Abi Thalib adalah orang pertama dari
kalangan anak-anak yang menyatakan keislamannya serta terus berada di sisi
Rasulul¬lah Saw. Karena sejak kecil berada di bawah asuhan Rasul, maka tak
heran kalau kemu¬dian ia memiliki sifat-sifat terpuji, shaleh, sabar, adil dan
bijaksana. Kesetiannya kepada Nabi Saw tidak diragukan lagi. Keberaniannya
telah teruji ketika ia tidur di tempat tidur Rasul pada saat para pemuda Qurays
akan membunuh rasulullah saw.
Proses
pengangkatan Ali Ibn Abi
Thalib Sebagai Khalifah
Setelah Utsman Radhiallahu ‘anhu
wafat, masyarakat beramai-ramai membaiat Ali ibn Abi Thalib Radhiallahu ‘anhu
sebagai khalifah. Ali Ibn Abi Thalib tampil memegang pucuk kepemimpinan negara
di tengah-tengah kericuhan dan huru-hara perpecahan akibat terbunuhnya Usman
oleh kaum pemberontak. Ali Ibn Abi Thalib dipilih dan diangkat oleh jamaah kaum
muslimin di madinah dalam suasana sangat kacau, dengan pertimbangan jika
khalifah tidak segera dipilih dan di angkat, maka ditakutkan keadaan semakin
kacau. Ali Ibn Abi Thalib di angkat dengan dibaiat oleh masyarakat.
Perkembangan politik dan
pemerintahan pada masa Ali Ibn Abi Thalib
Ali
Radhiallahu ‘anhu memerintah hanya enam tahun. Selama masa pemerintahannya, ia
menghadapi berbagai pergolakan. Tidak ada masa sedikit pun dalam
pemerintahannya yang dapat dikatakan stabil. Setelah menduduki jabatan
khalifah, Ali Radhiallahu ‘anhu menon-aktifkan para gubernur yang diangkat oleh
Utsman Radhiallahu ‘anhu. Dia yakin bahwa pemberontakan-pemberontakan terjadi
karena keteledoran mereka. Dia juga menarik kembali tanah yang dihadiahkan
Utsman Radhiallahu ‘anhu kepada penduduk dengan menyerahkan hasil pendapatannya
kepada negara, dan memakai kembali sistem distribusi pajak tahunan di antara
orang-orang Islam sebagaimana pernah diterapkan Umar Radhiallahu ‘anhu.
Dalam masa
pemerintahannya, Ali Ibn Abi Thalib mengahadapi pemberontakan Thalhah, Zubair, dan Aisyah. Alasan mereka, Ali Ibn Abi
Thalib tidak mau menghukum para pembunuh Usman dan mereka menuntut bela
terhadap daerah Usman yang telah ditumpahkan secara dhalim. Perang ini dikenal
dengan nama perang jamal.
Bersamaan
dengan itu, kebijaksanaan-kebijaksanaan Ali Radhiallahu ‘anhu juga
mengakibatkan timbulnya perlawanan dari para gubernur di Damaskus, Mu'awiyah
Radhiallahu ‘anhu, yang didukung oleh sejumlah bekas pejabat tinggi yang merasa
kehilangan kedudukan dan kejayaan. Setelah berhasil memadamkan pemberontakan
Zubair, Thalhah dan Aisyah, Ali Radhiallahu ‘anhu bergerak dari Kufah menuju
Damaskus dengan sejumlah besar tentara. Pasukannya bertemu dengan pasukan
Mu'awiyah Radhiallahu ‘anhu di Shiffin. Pertempuran terjadi di sini yang
dikenal dengan nama perang shiffin. Perang ini diakhiri dengan tahkim (arbitrase),
tapi tahkim ternyata tidak menyelesaikan masalah, bahkan menyebabkan timbulnya
golongan ketiga, al-Khawarij, orang-orang yang keluar dari barisan Ali
Radhiallahu ‘anhu. Akibatnya, di ujung masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib
Radhiallahu ‘anhu umat Islam terpecah menjadi tiga kekuatan politik, yaitu
Mu'awiyah, Syi'ah (pengikut Abdullah bin Saba’ al-yahudi) yang menyusup pada
barisan tentara Ali Radhiallahu ‘anhu, dan al-Khawarij (orang-orang yang keluar
dari barisan Ali). Keadaan ini tidak menguntungkan Ali Radhiallahu ‘anhu.
Munculnya kelompok al-khawarij menyebabkan tentaranya semakin lemah, sementara
posisi Mu'awiyah Radhiallahu ‘anhu semakin kuat. Pada tanggal 20 ramadhan 40 H
(660 M), Ali Radhiallahu ‘anhu terbunuh oleh salah seorang anggota Khawarij
yaitu Abdullah bin Muljam.[18]
3.
Bagaimana
Perkembangan Kebudayaan dan Peradaban pada masa Khulafa’ al-Rayidin?
ü Ekonomi
System perekonomian pada
masa pemerintahan khulafaurrasyidin adalah bertani dan berdagang setiap hari
mereka disibukkan dengan pesoalan air dan rumput-rumput 24. Hasil pertanian
yang mereka ekspor antara lain, kurma, kayu gaharu, buah kismis anggur dan
lainnya selain bertani, unsur terpenting dalam perekonomian mereka adalah
berdagang. Masyarakat arab waktu itu sudah mengenal ekspor impor. Komoditas
ekspor arab selatan dan yaman adalah dupa, kemenyan, kayu gaharu, minyak wangi
dan kulit binatang. Buah kismis anggur dan lainnya . Komoditas yang mereka
impor dari afrika timur antara lain kayu untuk bangunan, bulu burung unta,
lantakan logam mulia dan badat. Dari asia selatan dan china adalah daging, batu
mulia, sutra, pakaian, pedang, rempah-rempah. Sedangkan dari negara teluk
persia mereka mengimpor intan. Mereka memperoleh pedang dan pakaian dari asia
selatan dan china, ekspor-impor sudah dikenal sejak masa khulafaurrasyidin,
mereka membuka hubungan dengan negara-negara disekitar mereka.
ü Sosial
Secara giografis Arab
bertanah tandus dan didominasi oleh gurun pasir, kendaraan yang mereka gunakan
adalah unta. masyarakat menggunakan cadar (penutup hidung) agar tidak menghirup
pasir, wilayah arab yang kering berbatu dan sebagian besar adalah gurun pasir
mempengaruhi eatak orang Arab. Orang Arab memiliki solidaritas internal yang
sangat kuat dan sebaliknya ganas terhadap suku dan kabilah lain. Pada masa
Nabi, sifat kesukuan ini berhasil dirubah menjadi sifat nasionalisme
kenegaraan, yang awalnya mereka bangga menyebut-nyebut semboyan kesukuannya
menjadi berubah menjadi semboyan islam. Pada masa Abu bakar, Umar, sifat ini
timbul kembali sehingga menimbulkan perpecahan dalam golongan islam terutama
pada masa Ustman dan Ali. Sifat kesukuan ini yang menghancurkan umat islam.
Pada masa Ustman, dia
merangkul dan mengangkat mereka menjadi pejabat pemerintahan, Rosulullah juga
tidak pernah mengangkat salah seorang dari Bani hasyim untuk menduduki jabatan.
Demikian pula masa Abu Bakar dan Umar, Hal ini untuk menghindari kecemburuan
politik.
ü Agama
Agama yang dianut
masyarakat Arab pada masa Khulafaur Rasydin selain Islam adalah Paganisme,
yakni penyembahan terhadap berhala yakni agama yang di anut secara turun
temurun sejak jamannya nabi musa. mereka tidak mudah melepaskan agama dari
bapak dan ibu mereka, selain itu sebagian ada yang menganut gabungan antara
agama nenek moyang mereka yakni vetersme
(menyembah batu atau kayu ) mereka menyembah batu-batu besar atau
pohon-pohon besar yang di anggap kramat dan bisa memberikan perlindungan bagi
mereka. serta ttetoisme ( yakni pengkultusan terhadap hewan dan tumbuhan yang
di anggap suci ) seperti halnya mereka menyembah sapi betina , karena mereka
anggap suci. Dan Anemisme yakni: kepercayaan terhadap roh . Namun tidak sedikit
yang menganut ajaran hanif nabi Ibrahim seperti paman nabi , yaitu Abu Thalib.
Banyaknya agama yang di anut pada massa khulafaur Rasyidin ini di karenakan
sifat orang arab yang keras sehingga mereka tidak mudah menerima sesuatu yang
baru.
ü Sastra
Sejarah sastra arab,
mencatat banyak penyair-penyair Mu’allaqat, diantaranya adalah tujuh orang
yaitu yang terkenal dengan sebutan (seven suspendeds poems) mereka adalah : Ibnu al-qais bin Haris al-kindi (500-540), Zuhair bin Abu Sulma
Al-Muzani (530-627), Al Nabiqah al Zubiani (sekitar 604), Labid bin Rabiah
al-amiri (560-661), Tarafah bin Abdul Bakri (543-569), Antarah bin Syaddad
Al-Bakri ( sekitar 580).
Banyaknya
sastrawan-sastrawan Arab ini menunjukkan bahwa sastra pada saat itu sudah
sangat terkenal dan menjadi budaya orang Arab, orang Arab sangat menghormati
sastrawan.
Sehingga Allah
menurunkan Al-Qur’an dengan segala keindahan syair yang terkandung dan tak ada
yang dapat menandingi syair Al-Qur’an dan kepadatan makna yang terkandung di
dalamnya. Al-Qur’an adalah kitab Allah yang memiliki nilai sastra yang sangat
tinggi dimana didalamnya terdapat makna yang sangat padat dan mudah dipahami
sehingga Al-Qur’an mudah dihafal. Hal ini menjadi salah satu keistimewaan
Al-Qur’an. Al-Qur’an diturunkan kepada umat islam dengan syair dan bahasa yang khas
yang dapat melemahkan hasil karya sastra pada masa itu.[19]
C.
KESIMPULAN
Abu
Bakar Abu Bakar As-Shidiq (11-13 M/632-634 M)
Nama
lengkapnya ialah Abdullah bin Abi Quhafa at-Tamimi. ia termasuk salah seorang
sahabat utama. Abu Bakar menjadi khalifah hanya 2 tahun. Masa sesingkat itu ia
habiskan untuk menyelesaikan persoalan dalam negeri terutama tantangan yang
ditimbulkan oleh suku-suku bangsa Arab yang tidak mau tunduk lagi kepada
pemerintah Madinah.
Umar Ibn
Khattab 13-23 H/633-644 M
Ia
bernama Umar Ibn Khattab Ibn Nuffal keturunan Abdul Uzza al-Quraisi dari suku
Adi salah satu suku yang terpandang mulia. Khalifah Umar meletakkan
prinsip-prinsip demokratis dalam pemerintahannya. Masa jabatannya berakhir
dengan kematian. Dia dibunuh oleh seorang budak dari Persia bernama Feros atau
Abu Lu’luah.
Utsman
ibn Affan (24-36 H/644-655 M
Nama
lengkapnya Ustman Ibn Affan bin Abi Ash bin Umayyah bin Abd Syams bin Abd Manaf.
Karya besar Utsman yang dipersembahkan kepada umat Islam ialah susunan kitab
suci Al-Qur’an. Dalam pemerintahannya Utsman berjasa membangun bendungan dan
mengatur pembagian air ke kota-kota. Dia juga membangun jalan-jalan
jembatan-jembatan, masjid dan memperluas masjid di Madinah.
Ali Ibn
Abi Thalib (36-41 H/ 656-661 M)
Ali
adalah putra Abi Thalib Ibn Abdul Mutaib. Yang pertama dilakukan oleh Ali
ialah menghidupkan cita-cita Abu Bakar dan Umar. Menarik kembali, semua tanah
dan hibah yang telah dibagian oleh Utsman kepada kaum kerabatnya ke dalam
kepemilikan negara.
Ali Ibn
Abi Thalib menghadapi pemborantakan Talhah, Zubair dan Aisyah. Ali
sebenarnya ingin sekali menghindari perang. Namun akhirnya pertempuran yang
dahsyat pun berkobar. Dengan nama perang Unta. Ali berhasil mengalahkan
lawannya. Zubair dan Talhah terbunuh. Sedangkan Aisyah dikirim kembali ke
Madinah.
Di ujung
masa pemerintahan Abi Thalib, menjadi tiga kekuatan politik yaitu Muawiyah,
Syiah (pengikut) Ali, al-Khawarij (Orang-orang yang keluar dari barisan Ali).
D.
ANALISIS
Masa kekuasaan khulafaurrosyidin
berjalan kurang lebih 30 tahun. Perkembangan perdaban islam pada masa khulafa
ar-Rosyidin mengalami pasang surut. Pada
masa abu bakar, umar dan ali perkembangan islam mengalami kegemilangan,
sedangkan pada masa usman awalnya berkembang tetapi pada akhir pemerintahannya
islam mengalami kemerosotan disamping karena hasutan dari dari Abdullah bin
Saba’ Al-Yamani juga karena kurang tegasnya khalifah pada sa’at itu. Setelah
banyak anggota keluarganya yang duduk dalam jabatan-jabatan penting, Usman
Radhiallahu ‘anhu laksana boneka di
hadapan kerabatnya itu. Dia tidak dapat berbuat banyak dan terlalu lemah
terhadap keluarganya.
E.
PENUTUP
Demikianlah makalah ini kami buat,
kami menyadari tentunya makalah ini tak lepas dari kesalahan-kesalahan, baik
itu kesalah tulisan atau kesalahan materi, oleh karena itu kritik dan saran
yang membangun dari segenap pembaca dan dosen pengampu senantiasa kami
harapkan, demi kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Jabiri,
Mohamed Abed, Problem peradaban: penelusuran atas jejak
Kebudayaan Arab, Islam dan Timur, Yogyakarta: Belukar, 2004.
Al-Usairy, Ahmad, Sejarah Islam
Sejak Zaman Nabi Adam hingga Abad XX, Jakarta : Media Grafika, 2003.
Al-Qattan, Manna Khalil, Studi Ilmu-ilmu Qur’an, Jakarta :
PT. Pustaka Litera Antarnusa, 2007.
Engineer , Asghar Ali, Devolusi Negara Islam, Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2000.
Ibrahim, Hasan, Sejarah Kebudayaan Islam, Yogyakarta : Penerbit
Kota Kembang, 1989.
Karim, Abdul, Sejarah Pemikiran dan Peradaban
Islam, Yogyakarta : Pustaka Book Publisher, 2007.
Mursi, Syaikh Muhammad Sa’id, Tokoh-tokoh
Besar Islam Sepanjang Sejarah, Jakarta : Pustaka Al-Kautsar, 2007.
Syukur , Fatah, Sejarah Peradaban Islam, Semarang : PT. Pustaka
Rizki Putra, 2009.
Yatim, Badri, Sejarah
Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II, Jakarta : PT Raja Grafindo
Persada,2008.
[1] Mohamed Abed
Al-Jabiri, Problem
peradaban: penelusuran atas jejak Kebudayaan Arab, Islam dan Timur, Yogyakarta:
Belukar, 2004, Hlm. 5
[2] Abdul Karim, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, Yogyakarta : Pustaka Book Publisher, 2007, hal 77.
[3] Fatah Syukur, Sejarah Peradaban Islam, Semarang
: PT. Pustaka Rizki Putra, 2009, hal. 50
[4] Dalam riwayat lain dikatakan bahwa Nabi
bersabda : fa’alaikum bi as-sunnati wa sunnat al khulafairrosyidin. Lihat
Muhammad Yusuf al-Qandhawi, Hayat ash-Sahabat, Musthafa Ahmad al Baz, Makkah, 1992, juz I, hal. 20
[5]
http://akademika-odiemha.blogspot.com/2009/09/perkembangan-islam-pada-masa-al-khulafa.html
[6] Hasan Ibrahim
hasan, Sejarah Kebudayaan Islam, Yogyakarta : Penerbit Kota Kembang,
1989, hal 34
[7]
Manna Khalil
a-Qattan, Studi Ilmu-ilmu Qur’an, Jakarta : PT. Pustaka Litera
Antarnusa, 2007, hal 188.
[8] Badri Yatim, Sejarah
Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2008,
hal 36.
[9] Ahmad al-Usairy, Sejarah Islam Sejak Zaman
Nabi Adam hingga Abad XX, Jakarta : Media Grafika, 2003, hal 152.
[10]
Syaikh Muhammad
Sa’id Mursi, Tokoh-tokoh Besar Islam Sepanjang Sejarah, Jakarta :
Pustaka Al-Kautsar, 2007, hal 10-11
[11] http://akademika-odiemha.blogspot.com/2009/09/perkembangan-islam-pada-masa-al-khulafa.html
[12] Asghar Ali Engineer, Devolusi
Negara Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000, Hlm. 77
[13] Badri Yatim, op. cit. hal 38.
[14] Syaikh
Muhammad Sa’id Mursi,op. cit. hal 16.
[15]
http://akademika-odiemha.blogspot.com/2009/09/perkembangan-islam-pada-masa-al-khulafa.html
[16]
Ibid. hal 18.
[17] Badri Yatim, op.
cit. hal. 38-39
[18] Badri Yatim, Ibid.
hal 39-40.
[19]
http://hadirukiyah.blogspot.com/2009/06/sejarah-peradaban-islam-pada-masa_27.html
sangat membangun
BalasHapus