ALIRAN-ALIRAN DALAM ILMU KALAM
I.
Pendahuluan
Dalam
perjalanan sejarah sekte-sekte yang lahir dan dinisbahkan pada Islam selalu ada
intervensi dari kancah perpolitikan. Hal ini bisa diamati setelah wafatnya
Rasulullah, perselisihan mulai tampak di kalangan umat Islam zaman dahulu,
mulai dari menentukan tempat pemakaman Rasul sampai pada persoalan yang sangat
pelik, yaitu persoalan imamah.
Terlepas
dari realita yang terjadi pada masa lampau tersebut, ternyata nabi sendiripun
telah meramalkan akan terjadi perpecahan di kalangan umat Islam yang beliau
gambarkan melalui hadisnya. Hal ini semakin nyata ketika terjadi peperangan di
kalangan sahabat yang tidak hanya mempersoalkan tentang kekhalifahan, namun
mempunyai implikasi yang lebih besar lagi, yaitu munculnya aliran-aliran
teologi dalam Islam.
Adalah Syi’ah dan Khawarij yang dipandang paling kuat muncul karena adanya peristiwa
arbitrase dalam persengketaan yang
terjadi antara Ali bin Abi Thalib dan Mu’awiyah pada perang Shiffin.[1]
Untuk pembahasan yang lebih lanjut akan dibahas dalam makalah ini.
II.
Pembahasan
A.
Aliran Syi’ah
1)
Sejarah aliran Syiah
Istilah Syi'ah berasal dari kata Bahasa Arab شيعة Syī`ah. Bentuk tunggal dari kata
ini adalah Syī`ī شيعي. "Syi'ah" adalah bentuk
pendek dari kalimat bersejarah Syi`ah `Ali شيعة علي artinya "pengikut Ali",
yang berkenaan tentang Q.S.
Al-Bayyinah ayat khoirulbariyyah,
saat turunnya ayat itu Nabi SAW bersabda: "Wahai Ali kamu dan pengikutmu
adalah orang-orang yang beruntung" (ya Ali anta wa syi'atuka
humulfaaizun).[2]
Syi’ah menurut etimologi bahasa Arab bermakna pembela dan
pengikut seseorang. Selain itu juga bermakna setiap kaum yang berkumpul di atas
suatu perkara. Adapun menurut terminologi syariat bermakna: mereka yang
menyatakan bahwa Ali bin Abu Thalib sangat utama diantara para sahabat dan lebih berhak untuk memegang tampuk kepemimpinan kaum
muslimin, demikian pula anak cucu sepeninggal beliau.
Syi’ah sebagai pengikut Ali bin Abi Thalib a.s. (imam
pertama kaum Syi’ah) sudah muncul sejak Rasulullah SAW masih hidup. Hal ini
dapat dibuktikan dengan realita-realita berikut ini[3]:
Pertama, ketika Rasulullah SAW
mendapat perintah dari Allah SWT untuk mengajak keluarga terdekatnya masuk
Islam, ia berkata kepada mereka: Barang siapa di antara kalian yang siap untuk
mengikutiku, maka ia akan menjadi pengganti dan washilku setelah aku meninggal
dunia. Tidak ada seorang pun di antara mereka yang bersedia untuk mengikutinya
kecuali Ali a.s. Sangat tidak masuk akal jika seorang pemimpin pergerakan
(di hari pertama ia memulai langkah-langkahnya) memperkenalkan penggantinya
setelah ia wafat kepada orang lain dan tidak memperkenalkanya kepada para
pengikutnya yang setia. Atau ia mengangkat seseorang untuk menjadi
penggantinya, akan tetapi, di sepanjang masa aktifnya pergerakan tersebut ia
tidak memberikan tugas sedikit pun kepada penggantinya dan memperlakukannya
sebagaimana orang biasa. Keberatan-keberatan di atas adalah bukti kuat bahwa
Imam Ali a.s. setelah diperkenalkan sebagai pengganti dan washil Rasulullah SAW
di hari pertama dakwah, memiliki misi yang tidak berbeda dengan missi
Rasulullah SAW dan orang yang mengikutinya berarti ia juga mengikuti Rasulullah
SAW.
Kedua, berdasarkan
riwayat-riwayat mutawatir yang dinukil oleh Ahlussunnah dan Syi’ah, Rasulullah
SAW pernah bersabda bahwa Imam Ali a.s. terjaga dari setiap dosa dan kesalahan,
baik dalam ucapan maupun perilaku. Semua tindakan dan perilakunya sesuai dengan
agama Islam dan ia adalah orang yang paling tahu tentang Islam.
Ketiga, Imam Ali a.s. adalah
sosok figur yang telah berhasil menghidupkan Islam dengan
pengorbanan-pengorbanan yang telah lakukannya. Seperti, ia pernah tidur di atas
ranjang Rasulullah SAW di malam peristiwa lailatul mabit ketika Rasulullah SAW
hendak berhijrah ke Madinah dan kepahlawannya di medan perang Badar, Uhud,
Khandaq dan Khaibar. Seandainya pengorbanan-pengorbanan tersebut tidak pernah
dilakukannya, niscaya Islam akan sirna di telan gelombang kebatilan.
Keempat, peristiwa Ghadir Khum
adalah puncak keistimewaan yang dimiliki oleh Imam Ali a.s. Sebuah peristiwa
(yang seandainya dapat direalisasikan sesuai dengan kehendak Rasulullah SAW)
akan memberikan warna lain terhadap Islam.
Semua keistimewaan dan keistimewaan-keistimewaan lain
yang diakui oleh Ahlussunnah bahwa semua itu hanya dimiliki oleh Imam Ali a.s.
secara otomatis akan menjadikan sebagian pengikut Rasulullah SAW yang memang
mencintai kesempurnaan dan hakikat, akan mencintai Imam Ali a.s. dan lebih dari
itu, akan menjadi pengikutnya. Dan tidak menutup kemungkinan bagi sebagian
pengikutnya yang memang memendam rasa dengki di hati kepada Imam Ali a.s.,
untuk membencinya meskipun mereka melihat ia telah berjasa dalam mengembangkan
dan menjaga Islam dari kesirnaan
Adapun mengenai waktu lahirnya kaum syi’ah[4] telah terjadi perbedaan
pendapat :
a.
Menurut Muhammad Jawad Mughniyah (orang syi’ah sendiri)
Syi’ah lahir bersamaan dengan adanya nash Nabi Muhammad mengenaikeangkatan Ali
menjadi khalifah
b.
Menurut Abu Zahrar, syi’ah lahir pada akhir masa Khalifah
Utsman bin Affan
c.
Ada yang mengatakan syi’ah lahir pada perang jamal
(perang antara Ali dan Aisyah)
d.
Ada yang mengatakan syi’ah lahir pada hari timbulnya
khawarij
e.
Menurut Toha Hussain, syi’ah lahir pada masa pemerintahan
Hasan bin Abi Thalib
f.
Menurut Ibnu hamzah Al-husaini, golongan khusus yang
dinamakan syi’ah lahir pada masa pemerintahan Abasiyah.
B. Pelopor Aliran Syi’ah
Mengenai pelopor kaum syi’ah terjadi perbedaan pendapat,
yaitu :
a. Menurut Sirajudin Abbas, abdullah bin Saba adalah orang
yang menaburkan faham syi’ah
b. Menurut Abu Bakar Aceh, orang yang menaburkan faham
Muhammad bin Ali bin Abi Thalib sebagai Mahdi adalah mukhtar bin Abi Ubaid.
Lalu terjadi lah golongan syi’ah.[5]
C. Ajaran Aliran Syi’ah
Aliran-aliran Syi’ah dibagi menjadi dua, yaitu: aliran
Syi’ah yang lurus dan aliran Syi’ah yang menyeleweng.
a)
Aliran Syi’ah yang lurus.
Yang termasuk dalam kelompok ini antara lain adalah
aliran Itsna ’Asyar Imamiyah (Ja’fariyah dan Zaidiyyah).
Dalam pengertian hukum Fiqih, aliran ini hampir tidak
berbeda dengan aliran Ahlus Sunnah. Kedua-duanya sama-sama bersumber pokok pada
al-Qur’an dan Hadits. Tetapi menurut keyakinan mereka, pintu Ijtihad tidak
pernah tertutup. Bahkan Syaikh Mahmud Syaltut (Ex Rektor Universitas Al-Azhar,
Mesir) pernah menfatwakan, boleh beribadah dengan madzhab Ja’far. Kefanatikan
mereka terhadap ’Ali hanyalah merupakan ajaran furu’ yang tidak termasuk
bertentangan dengan ushul Islam yang tiga yaitu; Tauhid, Nubuwwah, dan Ma’had.[6]
b)
Aliran Syi’ah yang menyeleweng.
Inilah yang pelopornya Abdullah bin Saba’, seorang Yahudi
yang berasal dari Yaman. Abdullah bin Saba’ antara lain mengajarkan[7]:
1.
Al-Wishayah.
Al-Wishayah ialah wasiat. Nabi Muhammad Saw berwasiat
supaya khalifah (imam) sesudah beliau ialah Sayyidina ’Ali. Sayyidina ’Ali
kadang-kadang digelari oleh mereka ”Al-Washiy”, yaitu orang yang diberi
wasiat.
2.
Ar-Raj’ah.
Ar-Raj’ah ialah kembali. Aliran Syi’ah mengajarkan, bahwa
Nabi Muhammad Saw tidak boleh kalah dari Nabi ’Isa. Kalau Nabi ’Isa akan
kembali pada akhir zaman untuk menegakkan kebenaran maka Nabi muhammad Saw
lebih patut untuk kembali. Sayyidina ’Ali pun akan kembali di akhir zaman untuk
menegakkan keadilan. Ia tidak percaya bahwa Sayyidina ’Ali mati terbunuh,
beliau masih hidup.
Ajaran ini dibawa dari kepercayaan kaum Yahudi yang
mengajarkan bahwa Nabi Ilyas belum mati. Ajaran inilah yang kemudian menjadi
kepercayaan kaum Syi’ah.
3.
Ketuhanan Ali.
Aliran ini juga mengajarkan bahwa tubuh ’Ali bersemayam
unsur ketuhanan yang telah bersatu padu dengan tubuh ’Ali, karena itu beliau
mengetahui segala yang ghaib, karena itu selalu menang dalam peperangan melawan
orang kafir, suara petir adalah suara ’Ali dan kilat adalh senyyuman ’Ali.
Kemudian dalam Syi'ah terdapat apa yang namanya
ushuluddin (pokok-pokok agama) dan furu'uddin {masalah penerapan agama). Syi'ah
memiliki Lima Ushuluddin[8]:
2. Al-‘Adl, bahwa Allah SWT adalah Maha Adil.
3. An-Nubuwwah, bahwa kepercayaan Syi'ah pada keberadaan
para nabi sama seperti muslimin lain. I’tikadnya tentang kenabian ialah:
o Jumlah nabi dan rasul Allah ada 124.000.
o Nabi dan rasul terakhir ialah Nabi Muhammad SAW.
o Nabi Muhammad SAW suci dari segala aib dan tiada cacat
apa pun. Beliaulah nabi paling utama dari seluruh Nabi yang ada.
o Ahlul Baitnya, yaitu Ali, Fatimah, Hasan, Husain dan 9
Imam dari keturunan Husain adalah manusia-manusia suci.
4. Al-Imamah, bahwa bagi Syi'ah berarti pemimpin urusan
agama dan dunia, yaitu seorang yang bisa menggantikan peran Nabi Muhammad SAW
sebagai pemelihara syariah Islam, mewujudkan kebaikan dan ketenteraman
umat. Al-hadits yang juga diriwayatkan Sunni: "Para imam setelahku ada dua
belas, semuanya dari Quraisy".
D. Penggolongan Aliran Syiah
Aliran syi’ah ini terpecah-pecah kepada beberapa
golongan, diantaranya ialah[9] :
1. Syi’ah sabaiyah yaitu pengikut abdullah bin
Saba’.Termasuk golongan yang keterlaluan
2. Syi’ah kaisaniyah yaitu pengikut Mukhtar bin Ubay
as-sakhofi. Mempercayai adanya ruh tuhan dalm tubuhnya Ali. Imam-imam Ali
Ma’sum
3. Syi’ah imamiyah. Percaya kepada 12 imam, yaitu :
4. Syi’ah hanya tujuh imam yaitu dari Ali sampai Ismail bin
Ja’far Shodiq
5. Syi’ah zaidiyah adalah syiah yang moderat, mereka tidak
mengkafirkan Abu bakar, Umar, dan Ustman.
6. Syi’ah qoromithah,
yaitu kaum syi’ah yang suka menafsirkan Al-quran sesuka hatinya.
B.
Aliran Khawarij
a.
Latar Belakang Kemunculan
Secara etimologis kata khawarij berasal dari bahasa Arab
berakar dari kata kharaja yang
berarti keluar, muncul, timbul, atau memberontak.[11]
Adapun yang dimaksud khawarij dalam
terminologi ilmu kalam adalah suatu sekte pengikut Ali bin Abi Thalib yang
keluar meninggalkan barisan karena ketidaksepakatan terhadap keputusan Ali yang
menerima arbitrase (tahkim) dalam
perang Shiffin pada tahun 37 H/648 M, dengan kelompok bughot (pemberontak) Mu’awiyah bin Abi Sufyan perihal
persengketaan khilafah.[12]
Kemunculan aliran khawarij ini dipicu oleh persoalan
politik yang menyangkut peristiwa pembunuhan Utsman bin Affan yang berbuntut pada penolakan Mu’awiyah atas
kekhalifahan Ali bin Abi Thalib. Ketegangan antara Mu’awiyah dan Ali bin Abi
Thalib mengkristal menjadi perang Shiffin
yang berakhir dengan keputusan tahkim.
Sikap Ali yang menerima tipu muslihat Amr bin Ash, utusan dari pihak Mu’awiyah
dalam tahkim, sungguhpun dalam
keadaan terpaksa, tidak disetujui oleh sebagian tentaranya. Mereka berpendapat
bahwa persoalan yang terjadi saat itu tidak dapat diputuskan melalui tahkim.
Putusan hanya datang dari Allah dengan kembali kembali kepada hukum-hukum yang
ada pada al-Quran, La hukma illa lillah (tidak
ada hukum selain dari hukum Allah) atau la
hukma illa allah (tidak ada perantara selain Allah) menjadi semboyan
mereka. Mereka memandang Ali bin Abi Thalib telah berbuat salah sehingga mereka
meninggalkan barisannya. Dalam sejarah Islam, mereka terkenal dengan sebutan khawarij, yaitu orang-orang yang keluar
dan memisahkan diri.[13]
Peristiwa keluarnya orang-orang
yang semula berpihak pada Ali adalah ketika Ali menerima tahkim, Ali bermaksud
mengutus Abdullah bin Abbas sebagai hakam (juru damai), tetapi orang-orang
khawarij menolaknya. Mereka mengatakan bahwa ibn Abbas berasal dari suku Ali
sendiri, kemudian mereka memaksa Ali agar menunjuk Abu Musa al-Asy’ari untuk
bertahkim dengan kitab Allah. Tetapi ketika tahkim itu tidak berjalan sesuai
keinginan mereka, merekapun menolak keputusan yang telah ditetapkan oleh kedua
hakam tersebut. Setelah kejadian itu, mereka bergerak menuju Harura’.[14]
Dengan arahan Abdullah al-Kiwa, mereka sampai di Harura, di sana kelompok ini
melanjutkan perlawanan kepada Ali dan Mu’awiyah. Mereka mengangkat seorang
pimpinan yang bernama Abdullah bin Shahab ar-Rasyibi.[15]
Sekte ini mempunyai beberapa nama
lain, yaitu al-Haruriyah sebagai nisbah terhadap Harura’, desa yang menjadi
markas mereka, mereka juga disebut al-Muhakkimah yakni orang-orang yang
menyatakan La hukma illa lillah (tidak
ada hukum selain dari hukum Allah). Sedangkan orang-orang Khawarij sendiri
menamakan diri sebagai al-Syarrat artinya orang-orang yang menjual diri mereka
kepada Allah, berdasarkan firman-Nya yang berbunyi, “Dan di antara manusia ada orang yang menjual (yasyri) diri mereka
karena mencari keridlaan Allah.” (QS. al-Baqarah: 207).[16]
b.
Khawarij dan Doktrin-doktrin Pokoknya
Di
antara doktrin-doktrin pokok Khawarij adalah sebagai berikut:[17]
· Khalifah atau imam harus dipilih secara bebas oleh seluruh
umat Islam dan tidak harus berasal dari keturunan Arab
· Khalifah dipilih secara permanen selama yang bersangkutan
bersikap adil dan menjalankan syari’at Islam. Ia harus dijatuhkan bahkan
dibunuh jika melakukan kezaliman
· Khalifah sebelum Ali adalah sah, tetapi setelah tahun ketujuh
dari masa kekhalifahan Utsman bin Affan dianggap menyeleweng
· Khalifah Ali adalah sah tetapi setelah terjadi arbitrase, ia
dianggap menyeleweng
· Semua yang terlibat dalam peristiwa tahkim dianggap kafir,
begitupula dengan pasukan perang Jamal yang melawan Ali
· Seseorang yang berdosa besar tidak lagi disebut muslim
sehingga harus dibunuh
· Setiap muslim harus berhijrah dan bergabung dengan golongan
mereka, bila tidak mau bergabung ia wajib diperangi karena hidup dalam daar al-Harb (negara musuh). Sedangkan
golongan mereka sendiri dianggap berada dalam daar al-Islam (Negara Islam)
· Seseorang harus menghindar dari pimpinan yang menyeleweng
· Adanya wa’ad dan wa’id
· Amar ma’ruf nahi munkar
· Memalingkan ayat-ayat al-Quran yang nampak mutasyabihat
· Qur’an adalah makhluk
· Manusia bebas memutuskan perbuatannya bukan dari tuhan
Bila memperhatikan doktrin-doktrin
yang dikembangkan oleh Khawarij seperti yang disebutkan di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa terdapat tiga pilar yang mendasari doktrin kelompok ini, yaitu
politik, teologi, dan sosial.
Doktrin teologi Khawarij yang
radikal pada dasarnya merupakan imbas langsung dari doktrin sentralnya, yakni
doktrin politik. Radikalitas ini sangat dipengaruhi oleh sisi budaya mereka
yang juga radikal serta asal-usul mereka yang berasal dari masyarakat badawi
dan pengembara padang pasir tandus. Hal itu menyebabakan watak dan pola
pikirnya yang menjadi keras, berani, tak bergantung pada orang lain, bebas,
namun mereka sangat fanatik dalam menjalankan agama.[18]
Sifat fanatik ini biasanya
mendorong seseorang berpikir sederhana, melihat teks berdasarkan interest atau
kepentingan pribadi dan bukan berdasarkan pada konsistensi logis, mencari
informasi tentang kepercayaan orang lain dari sumber kelompoknya bukan dari
kepercayaan orang lain, mempertahankan secara kaku sistem kepercayaan yang
dianutnya dan menolak, mengabaikan teks yang antitesis terhadap sistem
kepercayaannya.
c.
Perkembangan Khawarij
Banyak sekali pendapat yang berbeda
mengenai pecahan dari aliran Khawarij, namun al-Asfarayani dan para teolog lain
sepakat bahwa subsekte Khawarij yang besar terdiri dari delapan macam: al-Muhakkimah, al-Azriqoh, an-Nadjat,
al-Baihasiyah, al-Ajaridah, as-Saalabiyah, al-Abadiyah, dan al-Sufriyah.[19]
Topik utama yang dipersoalkan oleh
semua sekte tersebut masih berkutat pada status orang-orang yang melakukan dosa
besar, apakah ia masih mukmin atau kafir. Nampaknya doktrin teologi ini masih
menjadi isu sentral dan primadona dalam pemikiran mereka sedangkan
doktrin-doktrin lain hanya sebagai pelengkap saja.
Pada perkembangan selanjutnya,
aliran yang dianggap radikal dan yang mempunyai doktrin yang identik dapat
dikategorikan sebagai aliran Khawarij. Harun Nasution mengidentifikasi beberapa
indikasi aliran yang dapat dikategorikan sebagai aliran Khawarij, yaitu:[20]
·
Mudah
mengkafirkan orang yang tidak segolongan dengan mereka walaupun oarng itu
adalah orang Islam
·
Islam
yang benar adalah Islam yang mereka fahami dan amalkan
·
Orang-orang
Islam yang tersesat dan kafir perlu dibawa kembali ke Islam yang sebenarnya,
yaitu Islam yang seperti mereka fahami dan amalkan
·
Mereka
bersifat fanatik dalam faham dan tidak segan-segan menggunakan kekerasan dan
membunuh untuk mencapai tujuan mereka
·
Pemerintahan
dan ulama’ yang tidak sefaham dengan mereka adalah sesat, untuk itu mereka
memilih imam dari golongan mereka sendiri
Penutup
Demikian makalah mengenai aliran
teologi Syi’ah dan Khawarij ini kami
susun. Penyusun menyadari tentunya banyak sekali terdapat kekurangan dalam
penyusunan makalah ini. Untuk itu, dengan segenap kerendahan hati penyusun
mengharap saran dan kritik rekonsruktif dari para pembaca demi perbaikan di
masa selanjutnya. Semoga bermanfaat.
Daftar Pustaka
Abbas Sirajuddin. 1984. I’tkad Ahlussunnah Wal-Jama’a.
Jakarta : Pustaka Tarbiyah
Basalim, Umar, 1987. Pemikiran Teologi dan Filsafat Islam. Jakarta:
P3M
Najjar, Amir, 1993. Aliran
Khawarij. Jakarta: Lentera
Nasution, Harun, 1985. Teologi Islam: Aliran Sejarah Analisa
Perbandingan. Jakarta:
UI Press
Rozak, Abdul dan Anwar, Rosihon, 2001. Ilmu Kalam. Bandung: CV. Pustaka Setia
http://Zaenab Elhabsyi's
site.diakses tgl 17 mei 2011
Syahminan Zaini, Kuliah Aqidah Islam, (Surabaya :
Al-Ikhlas,1983)
http://wikipedia.com diakses 17 mei 2011
[1]
Shiffin adalah nama suatu tempat di
tepi sungai Efrat, dekat al-Riqqah
[3] http://Zaenab Elhabsyi's site.diakses tgl 17 mei 2011
[5] Ibid
[7] Sirajuddin ‘Abbas, I’tkad Ahlussunnah Wal-Jama’ah,
(Jakarta : Pustaka Tarbiyah, 1984), hal 102.
[9] Syahminan Zaini, Op. cit, hal 401
[11] Dr. Abdul
Rozak, M. Ag dan Dr. Rosihon Anwar, M. Ag, Ilmu Kalam. Bandung: CV. Pustaka Setia, 2001. hal. 49
[12] Harun Nasution,
Teologi Islam: Aliran Sejarah Analisa
Perbandingan. Jakarta: UI Press, 1985. hal. 11
[13] W. Montgomery
Watt, Pemikiran Teologi dan Filsafat
Islam, terj. Umar Basalim. Jakarta: P3M, 1987. hal. 10
[14] Selengkapnya
lihat Dr. Amir al-Najjar, Aliran
Khawarij. Jakarta: Lentera, 1993. hal. 51-52
[15] Dr. Abdul
Rozak, M. Ag dan Dr. Rosihon Anwar, M. Ag, Op.
cit. hal. 51
[16] Dr. Amir
al-Najjar, Op. cit. hal. 52
[17] Dr. Abdul
Rozak, M. Ag dan Dr. Rosihon Anwar, M. Ag, Op.
cit. hal. 51-52
[18] Dr. Abdul
Rozak, M. Ag dan Dr. Rosihon Anwar, M. Ag, Op.
cit. hal. 53
[19] Ibid, hal. 55 lihat juga Dr. Amir
al-Najjar, loc. Cit. hal. 61
[20] Lihat Dr. Abdul Rozak, M. Ag dan Dr. Rosihon Anwar,
M. Ag, Op. cit. hal. 55-56
Tidak ada komentar:
Posting Komentar