KONSEP AL-QUR’AN TENTANG AL-QUR’AN
I. Pendahuluan
Agama, pada awalnya berupa teks
tuhan, turun ke dalam kehidupan umat manusia untuk menuntun manusia menjalani
kehidupan yang sesuai dengan nilai, aturan, dan tata etika yang sudah digarisi
oleh tuhan. Agama telah menempuh alur sejarah yang sangat panjang, bertahan
dari generasi ke generasi, dan membentuk berbagai mimik kehidupan dari mulai
yang moderat, radikal-sampai kepada yang fundamentalistik. Dalam konteks Islam,
asasi keagamaan merupakan perkara yang telah menjadi realitas yang terpampang
jelas dalam masyarakat secara turun menurun hingga hari ini.
Islam
yang adalah sebagai agama kita memiliki pedoman dasar dalam semua hal yatu;
al-Qur’an. Kita tahu bahwa al-Qur’an adalah firman Allah yang diturunkan kepada
nabi muhammad melalui perantara malaikat Jibril, berbahasa arab, dimulai dengan
surat al-Fatihah dan diakhiri dengan surat an-Naas, serta dianggap ibadah saat
membacanya.
Setidaknya
orang yang mengaku Islam atau yang secara bebas memilih untuk menyesuaikan
kehendaknya dengan kehendak tuhan, disebut muslim. Seorang muslim – yang benar
– adalah orang yang menerima petunjuk tuhan dan
menyerahkan diri untuk mengikuti kehendak Ilahi. Artinya seorang muslim
– yang benar – adalah yang melalui penggunaan akal bebasnya, menerima petunjuk
tuhan. Dan salah satu petunjuk tuhan yang paling mudah dilihat adalah
al-Qur’an.
Kita tahu bahwa al-Qur’an berisi begitu banyak surat dan bertumpuk
ayat serta gerombolan kalimat. Oleh karena itu dari banyaknya pembahasan maka
kami di sini membatasi terhadap apa yang akan kami bahas dalam makalah ini. Dengan
rumusan masalah; pertama, kami berbicara tentang macam-macam nama al-Qur’an.
Kedua, tujuan dari pada al-Qur’an, ketiga, hubungan al-Qur’an dengan kitab
sebelumnya, dan kandungan dalam al-Qur’an.
II. Pembahasan
A. Definisi al-Qur’an
Qara’a mempunyai arti mengumpulkan dan menghimpun; dan qira’ah
berarti menghimpun huruf-huruf dan kata-kata satu dengan yang laindalam suatu
ucapan yang tersusun rapih. Qur’an pada mulanya seperti qira’ah, yaitu masdar dari kata qara’a,-qira’atan-qur’anan.[1]
Qur’an dikhususkann
sebagai nama bagi kitab yang diturunkan kepada nabi Muhammad saw. Sehingga
Qur’an menjadi nama khas kitab itu, sebagai nama diri. Dan secara gabungan kata
itu dipakai untuk nama Qur’an secara keseluruhan, begitu juga unutk penamaan
ayat-ayatnya. Maka jika kita mendengar orang membaca ayat al-Qur’an, kiyta
boleh mengatakan bahwa ia sedang membaca al-Qur’an.[2]
Para ulama menyebutkan
definisi al-Qur’an yang mendekati maknanya dan membedakannya dari yang lain
dengan menyebutkan bahwa: Qur’an adalah kalam atau firman Allah yang diturunkan
kepada Muhammad SAW yang membacanya adalah suatu ibadah. Dalam definisi “kalam”
merupakan kelompok jenis yang meliputi segala kalam. Dan dengan
menghubungkannya kepada Allah (kalamullah) berarti tidak termasuk kalam
manusia, hewan maupun jin. Dan dengan kata “diturunkan” maka tidak termasuk
kalam Allah yang sudah khusus menjadi miliknya. Dan membatasi apa yang
diturunkan itu hanya “kepada Nabi Muhammad saw” tidak termasuk yang diturunkan
kepada nabi-nabi sebelumnya, seperti Taurat, Injil, dll. Sedangkan “yang membacanya
merupakan suatu ibadah” mengecualikan hadits ahad dan hadits-hadits qudsi,
bila kita berpendapat bahwa yang diturunkan dari Allah itu kata-katanya, sebab
kata-kata “pembacanya sebagai ibadah” artinya perintah unutk membacanya didalam
shalat dan lainnya sebagai suatu ibadah. Sedangkan qiraah ahad dan
hadis-hadis qudsi tidak demikian halnya.[3]
A. Beberapa Sebutan
untuk al-Qur’an[4]
Allah menamakan
al-Qur’an dengan beberapa nama, diantaranya sebagai berikut:
1. Al-Qur’an
¨bÎ) #x»yd tb#uäöà)ø9$# Ïöku ÓÉL¯=Ï9 Ïf ãPuqø%r& çÅe³u;ãur tûüÏZÏB÷sßJø9$# tûïÏ%©!$# tbqè=yJ÷èt ÏM»ysÎ=»¢Á9$# ¨br& öNçlm; #\ô_r& #ZÎ6x.
“Sesungguhnya al-Quran ini memberikan petunjuk kepada
(jalan) yang lebih Lurus dan memberi khabar gembira kepada orang-orang Mu'min
yang mengerjakan amal-saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar”. (QS. al-Isro:
9)
2. Kitab
ôs)s9 !$uZø9tRr& öNä3ös9Î) $Y6»tGÅ2 ÏmÏù öNä.ãø.Ï (
xsùr& cqè=É)÷ès? ÇÊÉÈ
“Sesungguhnya telah Kami turunkan kepada kamu sebuah kitab
yang di dalamnya terdapat sebab-sebab kemuliaan bagimu. Maka Apakah kamu tiada
memahaminya?” (QS. al-Anbiya: 10)
3. Furqan
x8u$t6s? Ï%©!$# tA¨tR tb$s%öàÿø9$# 4n?tã ¾ÍnÏö6tã tbqä3uÏ9 úüÏJn=»yèù=Ï9 #·ÉtR ÇÊÈ
“Maha suci Allah yang telah menurunkan Al-Furqaan (Al-Quran)
kepada hamba-Nya, agar Dia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam”. (QS. Al-Furqan:1)
4. Zikr
$¯RÎ) ß`øtwU $uZø9¨tR tø.Ïe%!$# $¯RÎ)ur ¼çms9 tbqÝàÏÿ»ptm: Ç
“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan az-Zikr (Quran), dan
Sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya”. (QS. Al-Hijr: 9)
Dari beberapa nama yang paling terkenal-dari semua nama tersebut diatas ialah qur’an dan kitab. Menurut Muhamad Abdullah Daraz, hal itu
disebabkan karena wahyu Allah memang dan harus dibaca, baik itu dibaca dengan
lisan maupun dengan pikiran, dan karena jua dinamakan kitab karena tertulis.
Selain pendapat ini hal itu dikarenakan bahwa kedua istilah tersebut adalah
bagaimana cara al-Qur’an dijaga dan dipelihara dengan bentuk hafalan dan
tulisan.
B. Tujuan Diturunkannya
al-Qur’an
Menjadikan eksistensi tuhan sebagai hal – yang masuk akal – dan menjadikannya
sebagai kebenaran tertinggi bukan sebagai sesuatu yang irrasional dan atau
keterlaluan adalah tujuan tertinggi dalam al-Qur’an.[5]
Namun dalam bahasan di sini akan lebih menjurus pada bagaimana eksistensi tuhan
dan pembahasan ini akan lebih diulas pada makalah kelompok lain. Tentang
bagaimana al-Qur’an merasionalkan tuhan kepada manusia dan bagaimana manusia
menerimanya sebagai suatu kewajiban untuk diketahui dan diimani.
Memposisikan
al-Qur’an sebagai kitab petunjuk. Menurut Muhammad Abduh, penafsiran al-Qur’an
masa sebelumnya adalah kehilangan fungsinya sebagai petunjuk bagi manusia.
Mereka menafsiri al-Qur’an tidak lebih dari sekedar pemaparan kata dan
kebanyakan dilihat dari sisi lafdiyah i’rab arabiyah. Oleh karena itu
penafsiran al-Qur’an tidak lebih sebagai latihan praktis di bidang kebahasaan;
bukan kitab tafsir dalam arti kitab yang ingin menyingkap kandungan nilai dan
ajaran al-Qur’an.[6]
Untuk menjadikannya sebagai petunjuk bagi
manusia agar dipercaya kami mengambil pada surat al-Baqarah ayat 2 yaitu هدى للمتقين menurut Ibnu Katsir kata هدى adalah sifat al-Qur’an,[7]
yaitu adalah hal yang dapat mengarahkan kita kepada tujuan hidup yang benar,
dan mampu membebaskan diri dari kegelapan kepada cahaya.[8]
Mohammad Daud Ali merambat tentang tujuan diturunkannya al-Qur’an
adalah untuk; membangkitkan kesadaran tentang hubungan manusia dengan tuhan
(vertikal), membangkitkan kesadaran manusia dengan alam semesta, termasuk
manusia di dalamnya (horizontal).[9]
C. Hubungan al-Qur’an
dengan Kitab Sebelumnya
Sebelumnya telah kami bahas pada nama lain dari al-Qur’an yaitu; qur’an
dan kitab. Di sini adalah sebagai tanda dan cara bagaimana kita menjaga al-Qur’an.
Penjagaan ganda ini menjelaskan bahwa kitab-kitab samawi diturunkan hanya untuk
periode masa itu, sedangkan al-Qur’an diturunkan untuk membetulkan dan menguji
kitab-kitab yang sebelumnya. Karena itu al-Qur’an mencakup hakikat yang ada
dalam kitab terdahulu dan menambahnya dengan tambahan yang dikehendaki Allah. [10]
oleh karena itu satu-satunya dosa dalam al-Qur’an yang tidak akan pernah
diampuni adalah syirik “mempersekutukan tuhan”.
1. Menegaskan eksistensi kitab terdahulu[11]
Secara eksplisit dalam surah Al-Baqarah ayat ke 2-4 ditegaskan bahwa salah satu ciri orang yang bertaqwa (muttaqin)
adalah mereka yang percaya pada al-Qur’an dan wahyu yang diturunkan sebelum al-Qur’an
diturunkan kepada Rasulullah SAW.
y7Ï9ºs
Ü=»tGÅ6ø9$#
w
|=÷u
¡ ÏmÏù
¡ Wèd
z`É)FßJù=Ïj9
ÇËÈ tûïÏ%©!$#
tbqãZÏB÷sã
Í=øtóø9$$Î/
tbqãKÉ)ãur
no4qn=¢Á9$#
$®ÿÊEur
öNßg»uZø%yu
tbqà)ÏÿZã
ÇÌÈ tûïÏ%©!$#ur
tbqãZÏB÷sã
!$oÿÏ3
tAÌRé&
y7øs9Î)
!$tBur
tAÌRé&
`ÏB
y7Î=ö7s%
ÍotÅzFy$$Î/ur
ö/ãf
tbqãZÏ%qã
ÇÍÈ
“Kitab (Al-Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi
mereka yang bertaqwa,(3)(yaitu)
mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan salat, dan menafkahkan sebahagian rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka.(4)dan
mereka yang beriman kepada Kitab (Al-Quran) yang telah diturunkan kepadamu dan
Kitab-kitab yang telah diturunkan sebelummu, serta mereka yakin akan adanya
(kehidupan) akhirat”
Dari sini al-Quran memberi kreteria sebagai orang yang muttaqin
harus mengimani terhadap kitab sebelumnya. Keberadaan kitab sebelumnya adalah
suatu yang urgen dalam Islam.
2. Pembenar & Ujian terhadap Kitab Sebelumnya
Al-Qur'an juga diposisikan sebagai pembenar dan batu ujian/verifikator (muhaymin)
terhadap kitab-kitab yang lain. Hal ini terdapat pada surah Al-Ma ' idah ayat 48 yang berbunyi :
!$uZø9tRr&ur
y7øs9Î)
|=»tGÅ3ø9$#
Èd,ysø9$$Î/
$]%Ïd|ÁãB
$yJÏj9
ú÷üt/
Ïm÷yt
z`ÏB
É=»tGÅ6ø9$#
$·YÏJøygãBur
Ïmøn=tã
( Nà6÷n$$sù
OßgoY÷t/
!$yJÎ/
tAtRr&
ª!$#
( wur
ôìÎ6®Ks?
öNèduä!#uq÷dr&
$£Jtã
x8uä!%y`
z`ÏB
Èd,ysø9$#
4 9e@ä3Ï9
$oYù=yèy_
öNä3ZÏB
Zptã÷Å°
%[`$yg÷YÏBur
4 öqs9ur
uä!$x©
ª!$#
öNà6n=yèyfs9
Zp¨Bé&
ZoyÏnºur
`Å3»s9ur
öNä.uqè=ö7uÏj9
Îû
!$tB
öNä38s?#uä
( (#qà)Î7tFó$$sù
ÏNºuöyø9$#
4 n<Î)
«!$#
öNà6ãèÅ_ötB
$YèÏJy_
Nä3ã¥Îm6t^ãsù
$yJÎ/
óOçGYä.
ÏmÏù
tbqàÿÎ=tFørB
ÇÍÑÈ
“Dan Kami telah turunkan kepadamu Al-Quran dengan membawa kebenaran,
membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya)[12]
dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu; maka putuskanlah perkara
mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu
mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk
tiap-tiap umat diantara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang.
Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja),
tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka
berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kamu
semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu”
3.
Referensi utama
Dalam Islam dipercayai bahwa setiap bangsa memiliki nabi yang diutus kepada mereka sebagaimana terdapat dalam surat
Yunus ayat 47 yang
artinya :
Èe@à6Ï9ur
7p¨Bé&
×Aqߧ
( #sÎ*sù
uä!$y_
óOßgä9qßu
zÓÅÓè%
OßgoY÷t/
ÅÝó¡É)ø9$$Î/
öNèdur
w
tbqßJn=ôàã
ÇÍÐÈ
“Tiap-tiap umat mempunyai rasul; maka apabila telah datang rasul
mereka, diberikanlah keputusan antara mereka dengan adil dan mereka
(sedikitpun) tidak dianiaya.“
Dan bila tiap umat tersebut berselisih mengenai sesuatu hal maka al-Qur'an
dapat menjadi hakim atau referensi untuk menerangkan hal hal yang mereka
perselisihkan tersebut. Dalam al-Qur'an mengenai hal ini dijelaskan lebih
lanjut dalam surat an-Nahl ayat 63 dan 64 yang artinya:
«!$$s?
ôs)s9
!$oYù=yör&
#n<Î)
5OtBé&
`ÏiB
y7Î=ö6s%
z`tsù
ãNßgs9
ß`»sÜø¤±9$#
óOßgn=»uHùår&
uqßgsù
ãNåkÏ9ur
tPöquø9$#
öNçlm;ur
ë>#xtã
ÒOÏ9r&
ÇÏÌÈ !$tBur
$uZø9tRr&
y7øn=tã
|=»tGÅ3ø9$#
wÎ)
tûÎiüt7çFÏ9
ÞOçlm;
Ï%©!$#
(#qàÿn=tG÷z$#
ÏmÏù
Yèdur
ZpuH÷quur
5Qöqs)Ïj9
cqãZÏB÷sã
ÇÏÍÈ
“Demi
Allah, sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami kepada umat-umat
sebelum kamu, tetapi syaitan menjadikan umat-umat itu memandang baik perbuatan
mereka (yang buruk), maka syaitan menjadi pemimpin mereka di hari itu dan bagi
mereka azab yang sangat pedih(64)Dan Kami tidak menurunkan kepadamu
Al-Kitab (Al-Quran) ini, melainkan agar kamu dapat menjelaskan kepada mereka
apa yang mereka perselisihkan itu dan menjadi petunjuk dan rahmat bagi kaum
yang beriman.
4.
Sejarah yang benar
Maksudnya ialah bahwa Al-Qur'an meluruskan sejarah. Dalam Al-Qur'an
terdapat cerita-cerita mengenai kaum dari rasul-rasul terdahulu, juga mengenai
beberapa bagian mengenai kehidupan para rasul tersebut. Cerita tersebut pada
beberapa aspek penting berbeda dengan versi yang terdapat pada teks-teks lain
yang dimiliki baik oleh kaum Yahudi dan Kristen.
Namun di sini penulis kira selayaknya untuk mendapatkan sejarah
lengkap dalam al-Qur’an, harus ada pengecekan terhadap lembar-lembar sejarah
terpercaya. Tak ayal-juga ditemukan bukti tersebut terdapat dalam kitab sebelum
al-Qur’an. Kalau boleh mencoplek pendapat Ulil Absor Abdala ada lontaran yang
cukup menghangatkan telinga “al-Qur’an masih perlu catatan kaki” dalam konteks
kesempurnaan dalan sejarah yang terdapat di dalamnya.
Kita tahu bahwa cerita
paling lengkap adalah cerita nabi yusuf yang toh itu pun juga sangat
ringkas. Karena menurut mas Ulil hal terpenting yang dalam cerita itu adalah
substansinya agar supaya kita mengambil ibroh dan pelajaran dari cerita itu.
D. Kandungan dalam
al-Qur’an
Jika dikaji sejarah turunnya wahyu yang kini dihimpun dengan baik
dalam al-Qur’an, dapat disimpuklan bahwa dalam masa kurun sedikit demi sedikit
selama – dibulatkan – dua puluh tiga tahun, isinya antara lain;[13]
1.
Petunjuk tentang aqidah
Petunjuk mengenai aqidah yang harus diyakini oleh setiap individu
manusia. Aqidah ini berintikan bahwa keimanan terhadap keesaan tuhan, dan
kepercayaan terhadap kepastian adanya hari kebangkitan, perhitungan amal,serta
hari pembalasan kelak.
2. Petunjuk
tentang syari’ah
Petunjuk yang berhubungan dengan syari’ah yaitu jalan yang harus
diikuti oleh manusia dalam berhubungan dengan Allah dan dengan sesama manusia
demi berlangsungnya kebahagiaan hidup manusia di bumi dan di akhirat.
3. Petunjuk
tentang akhlak
Petunjuk yang berkenaan dengan akhlak ini mengatur tentang perilaku
manusia. Yaitu yang berhubungan dengan hal yang baik maupun yang buruk yang
harus diindahkan oleh manusia dalam kehidupan. Baik dalam kehidupan individu
maupun dalam kehidupan sosial.
4.
Kisah-kisah manusia di zaman lampau
Al-Qur’an juga mengisahkan umat manusia zaman lampau yang berfungsi
sebagai sumber sejarah manusia sekarang. Sebagaimana dalam surat Saba’ yang
menceritakan tentang kaum yang hidup makmur. Namun karena kelalaiannya dalam
mensyukuri atas nikmat dan meninggalkan ajaran agama, Allah memberi adzab
dengan mendatangkan banjir yang merusak binasakan kebun mereka. Kemudian digantikan
tumbuhan-tumbuhan berbuah pahit
5. Berita tentang
zaman yang akan datang
Berita ini mengisahkan tentang kehidupan akhir manusia yang disebut
kehidupan akhirat. Sebagaimana dalam surat al-Haqqah ayat 69 yang menceritakan
tentang awal-mulainya kehidupan akhirat, serta
dalam surat az-Zumar ayat 39 tentang hari kebangkitan.
6.
Sumber dan prinsip-prinsip ilmu pengetahuan
Al-Qur’an juga berisikan tentang sumber-sumber ilmu pengetahuan.
Misalnya dalam bidang ilmu kedokteran yang tercantum dalam surat al-Mukmin ayat
40 menyebutkan mengenai proses pembentukan manusia diciptakan.
7. Hukum yang
berlaku dalam hidup di alam semesta
Sunnatullah atau hukum Allah yang menyebabkan alam semesta selaras,
serasi dan seimbang yang dipatuhi sepenuhnya oleh partikel yang menjadi unsur
alam semesta. Ada tiga sifat utama sunnatullah yang disinggung dalam al-Qur’anyang
telah ditemukan ahli ilmu pengetahuan. Ketiga sifat tersebut adalah pasti,
tetap, dan obyektif.
C. Penutup
Ada beberapa hal mengenai agama Islam dan hal hal yang perlu
diperhatikan dalam mengkaji dan memahami (agama dan ajaran) Islam. Terutama
dalam mengkaji al-Qur’an, seharusnya kita mengkaji lebih mendalam agar supaya
sistem ketauhidan kita menjadi kebal virus kemelencengan agama.
Setidaknya kita paham betul tentang tujuan diturunkannya al-Qur’an.
Demikian makalah
ini kami sajikan. Makalah ini jauh dari kesempurnaan. Kami mohon maaf apabila
dalam makalah ini terdapat banyak kesalahan. Karena manusia dinamakan manusia
karena kenisyanannya (lupa). Kritik konstruktif dari pembaca sangat kami
harapkan demi kesempurnaan makalah.
DAFTAR PUSTAKA
Abduh, Muhammad, Fatihah al-Kitab, Kairo: Kitab at-Tahrir,
1382 H.
Isma’il bin Umar bin Katsir ad-Damsyiki, Abu al-Fada’, Tafsir
al-Qur’an al-Adzim, Maktabah Syamila
Manna’
al-Qattan, Muhamad, Studi Ilmu-Ilmu al-Qur’an, cet. ke-11, Bogor,
Pustaka Litera AntarNusa dan Halim Jaya, 2007.
Mustaqim, Abdul, Epistimologi Tafsir Kontemporer,
Yogyakarta: LKiS, 2010.
Muhamad bin Husain an-Nisaburi, Nidzomuddin Hasan bin, Ghara’ib
al-Qur’an wa Ghara’ib al-Furqan, Maktabah Syamila
Rahman, Fazlur, Tema Pokok Al-Quran, Bandung: Penerbit
Pustaka, 1996.
Saifullah
al-Aziz, Mohamad, Fiqih Islam Lengkap; Pedoman Hukum Ibadah Umat Islam
dengan Berbagai Permasalahanya, Surabaya: Terbit Terang, 2005.
Daud Ali, Mohammad, Pendidikan Agama Islam, Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2006.
[5] Fazlur Rahman, Tema Pokok Al-Quran, Bandung: Penerbit Pustaka,
1996, hal. 2
[6] Abdul Mustaqim, Epistimologi Tafsir Kontemporer, Yogyakarta:
LKiS, 2010, hal. 59 bisa dibandingkan dengan Muhammad Abduh, Fatihah
al-Kitab, Kairo: Kitab at-Tahrir, 1382 H, hal. 12-13
[7] Abu al-Fada’ Isma’il bin Umar bin Katsir ad-Damsyiki atau lebih
familiar dengan sebutan Ibn Katsir, Tafsir al-Qur’an al-Adzim, ,
Maktabah Syamila
[8] Mohamad Saifullah al-Aziz, Fiqih Islam Lengkap; Pedoman Hukum
Ibadah Umat Islam dengan Berbagai Permasalahanya, Surabaya: Terbit Terang,
2005, hal. 52
[9] Mohammad Daud Ali, Op. Cit. hal. 86
[10] Muhamad Manna’ al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu al-Qur’an, cet.
ke-11, Bogor, Pustaka Litera Antar Nusa dan Halim Jaya, 2007, hal. 20
[12] Imam an-Nisaburi dalam tafsirnya mengungkapkan bahwa kitab sebelumnya
adalah kitab samawi selain al-Quran. Nidzomuddin Hasan bin Muhamad bin Husain
an-Nisaburi, Ghara’ib al-Qur’an wa Ghara’ib al-Furqan, Maktabah Syamila
[13] Lihat selengkapnya Mohammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam,
Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006, hal. 96-103
Tidak ada komentar:
Posting Komentar