POSISI
MATAHARI DAN DATA-DATA
DALAM
PENENTUAN AWAL WAKTU SHALAT
- Pendahuluan
Shalat
sebagai salah satu kewajiban bagi umat muslim yang paling fundamental, maka
untuk optimalisasi pelaksanaannya harus di topang dengan berbagai perangkat
baik yang berupa syarat maupun rukun.
Oleh
karena mengetahui masuknya waktu shalat merupakan salah satu syarat sahnya
shalat, maka menjadi penting dan termasuk realisasi dari kaidah “maa laa
yatimmu al-wajibu illa bihi fahua wajibun” adalah memperhatikan dan
mempelajari berbagai hal yang terkait dengannya.
Bila
kita memperhatikan waktu shalat dari sumber hukumnya, baik al-Qur'an maupun
Hadis, maka waktu shalat erat kaitannya dengan peredaran matahari dan fenomena
alam lainnya, namun akan menjadi terhambat pelaksanaan ibadah shalat bila
kondisi cuaca baru tidak normal ataupun memang berdomisili di daerah yang
siklus siang dan malamnya tidak harian. Bila realitanya demikian, maka
dibutuhkan sarana lainnya yang dapat berfungsi seperti fenomena alam dan
peredaran matahari yang normal seperti jam.
Ada
tiga hal penting untuk melakukan perhitungan awal waktu shalat, yaitu tinggi
matahari, sudut waktu matahari dan ikhtiyat, untuk itu di dalam makalah ini
kami akan menjelaskan sedikit tentang hal tersebut juga hal-hal terkait dengan
perhitungan waktu shalat.
- Pembahasan
- Posisi Matahari dalam Penentuan Awal Waktu Shalat
Ø
Waktu Shubuh
Di
dalam hadits disebutkan bahwa waktu shubuh adalah sejak terbit fajar shidiq
(sebenarnya) sampai terbitnya matahari. Di dalam Al-Quran
secara tak langsung disebutkan sejak meredupnya bintang-bintang (Q.S. 50:40).
Maka secara astronomi fajar shidiq difahami sebagai awal astronomical twilight
(fajar astronomi), mulai munculnya cahaya di ufuk timur menjelang terbit
matahari pada saat matahari berada pada kira-kira 18 derajat di bawah horizon
(jarak zenit z = 1080). Saaduddin Djambek mengambil pendapat bahwa
fajar shidiq bila z = 110o, yang juga digunakan oleh Badan Hisab dan Ru'yat
Departemen Agama RI. Fajar shidiq itu disebabkan oleh hamburan cahaya matahari
di atmosfer atas. Ini berbeda dengan apa yang disebut fajar kidzib (semu) --
dalam istilah astronomi disebut cahaya zodiak -- yang disebabkan oleh hamburan
cahaya matahari oleh debu-debu antarplanet.[1]
Pendapat lain menyatakan bahwa terbitnya fajar sidiq dimulai pada saat posisi
matahari 20 derajat di bawah ufuk atau jarak zenith matahari = 110 derajat.[2]
Ø Waktu Dzuhur
Awal
waktu dzuhur dirumuskan sejak seluruh bundaran matahari meninggalkan meridian,
biasanya diambil sekitar 2 menit setelah lewat tengah hari. saat berkulminasi
atas pusat bundaran matahari berada di meridian. Mengingat bahwa sudut waktu
itu dihitung dari meridian, maka ketika matahari di meridian tentunya mempunyai
sudut waktu 00 dan pada saat itu waktu menunjukkan jam 12 menurut
waktu matahari hakiki. Pada saat ini waktu pertengahan belum tentu menunjukkan
jam 12, melainkan kadang masih kurang atau bahkan sudah lebih dari jam 12
tergantung pada nilai equation of time (e).[3]
Ø Waktu Ashar
Waktu
Ashar ialah ketika bayangan suatu benda sama dengan panjang bendanya ditambah
dengan bayangan benda pada waktu dzuhur. Badan Hisab dan Ru’yat Departemen
Agama RI menggunakan rumusan : panjang bayangan waktu asar = bayangan waktu
dzhuhur + tinggi bendanya; tan(za) = tan (zd) + 1. Ada yang berpendapat bahwa
waktu Ashar yaitu waktu pertengahan antara dzuhur dan maghrib, tanpa perlu
memperhitungkan jarak zenit/tinggi matahari. Ini sesuai dengan surat Al-Baqarah
ayat 238 yang menyatakan sebagai shalat pertengahan.
Ø Waktu Maghrib
Waktu
maghrib berarti saat terbenamnya matahari. Matahari terbit atau berbenam
didefinisikan secara astronomi bila jarak zenith z = 90050' (the
Astronomical almanac) atau z = 910 bila memasukkan koreksi
kerendahan ufuk akibat ketinggian pengamat 30 meter dari permukaan tanah. Untuk
penentuan waktu salat maghrib, saat matahari terbenam biasanya ditambah 2 menit
karena ada larangan melakukan salat tepat saat matahari terbit, terbenam, atau
kulminasi atas.
Ø
Waktu
Isya’
Waktu isya ditandai
dengan mulai memudarnya cahaya merah di ufuk barat, yaitu tanda masuknya gelap
malam (Al-Qur'an S. 17:78). Dalam astronomi itu dikenal sebagai akhir senja
astronomi (astronomical twilight) bila matahari berkedudukan 180 di
bawah ufuk atau jarak zenit matahari z = 1080.
Ø Waktu Imsak
Waktu
imsak adalah waktu tertentu sebagai batas akhir makan sahur bagi orang yang
akan melaksanakan puasa pada siang harinya. Waktu imsak ini sebenarnya
merupakan langkah kehati-hatian orang yang melakukan puasa tidak melampaui
batas waktu mulainya yakni fajar.
Sementara waktu yang diperlukan
untuk membaca 50 ayat al-Qur'an itu sekitar 8 menit maka waktu imsak terjadi 8
menit sebelum waktu subuh. Oleh karena 8 menit itu sama dengan 20,
maka tinggi waktu matahari pada waktu imsak ditetapkan -220 di bawah
ufuk timur. Dalam praktek perhitungan, waktu imsak dapat pula dilakukan dengan
cara waktu subuh yang sudah diberikan ikhtiyat dikurangi 10 menit.
- Data-data dalam Penentuan Awal Waktu Shalat
1)
Sudut
Waktu Matahari
Sudut
waktu matahari adalah busur sepanjang lingkaran harian matahari dihitung dari
titik kulminasi atas sampai matahari berada. Atau sudut pada kutub langit
selatan atau utara yang diapit oleh garis meridian dan lingkaran deklinasi yang
melewati matahari. Dalam ilmu falak disebut Fadl-lud Da’ir yang biasa dilambangkan dengan to.
Harga
atau nilai sudut waktu adalah 0o sampai 180o.
nilai sudut waktu 0o adalah ketika matahari berada dititik kulminasi
atas atau tepat di meridian langit, sedangkan nilai sudut waktu 180o
adalah ketika matahari berada dititik kulminasi bawah.
Apabila
matahari berada di sebelah barat meridian atau dibelahan langit sebelah barat
maka sudut waktu bertanda positif (+). Apabila
matahari berada di sebelah timur meridian atau dibelahan langit sebelah timur
maka sudut waktu bertanda positif (-).[4]
Harga sudut
waktu matahari ini dapat dihitung dengan rumus:
Cos
to= -tanФ tanδo+ sin ho : cosФ : cos δo
to=
sudut waktu matahari
Ф= lintang
tempat
δo=
deklinasi matahari
ho=
tinggi matahari pada awal waktu shalat
2)
Tinggi Matahari
Tinggi
matahari adalah jarak busur sepanjang lingkaran vertical yang dihitung dari
ufuk sampai matahari yang sering di sebut dengan Irtifa’ al-Syams.
3)
Dip
Kerendahan
ufuk atau ikhtilaful ufuk, yaitu perbedaan kedudukan antara ufuk
yang sebenarnya (hakiki) dengan ufuk yang terlihat (mar’i) oleh seorang
pengamat. Dalam astronomi disebut dip (kedalaman) yang dapat
dihitung dengan rumus dip 0.0293 √tinggi tempat dari permukaan laut (meter).[5]
4)
Refraksi
Refraksi
atau daqo’iqul iktilaf adalah “pembiasan sinar”, yaitu perbedaan antara
tinggi suatu benda langit yang
sebenarnya dengan tinggi benda langit itu yang dilihat sebagai akibat adanya pembiasan
sinar.
Refraksi
ini terjadi karena sinar yang datang sampai ke mata kita telah melalui
lapisan-lapisan atmosfer. Sehingga sinar yang datang itu mengalami
pembengkokan, padahal yang kita lihat adalah lurus pada sinar yang ditangkap
ata kita.
Refraksi
itu tidak ubahnya seperti sebuah tongkat lurus yang dimasukkan ke air dalam
posisi miring, maka akan terlihat pada perbatasan Refraksi itu tidak ubahnya
seperti sebuah tongkat lurus yang dimasukkan ke air dalam posisi miring, maka
akan terlihat pada perbatasan Refraksi itu tidak ubahnya seperti sebuah tongkat
lurus yang dimasukkan ke air dalam posisi miring, maka akan terlihat pada
perbatasan Refraksi itu tidak ubahnya seperti sebuah tongkat lurus yang
dimasukkan ke air dalam posisi miring, maka akan terlihat pada perbatasan
Refraksi itu tidak ubahnya seperti sebuah tongkat lurus yang dimasukkan ke air
dalam posisi miring, maka akan terlihat pada perbatasan Refraksi itu tidak
ubahnya seperti sebuah tongkat lurus yang dimasukkan ke air dalam posisi miring,
maka akan terlihat pada perbatasan Refraksi itu tidak ubahnya seperti sebuah
tongkat lurus yang dimasukkan ke air dalam posisi miring, maka akan terlihat
pada perbatasan Refraksi itu tidak ubahnya seperti sebuah tongkat lurus yang
dimasukkan ke air dalam posisi miring, maka akan terlihat pada perbatasan
antara udara dan air bahwa tongkat tersebut bengkok, serta ujung tongkat yang
berada didalam air terlihat terangkat dari posisi yang sebenarnya, dan tongkat
yang berada didalam airpun terlihat lebih pendek daripada panjang yang
sebenarnya.
Refraksi
bagi benda langit yang berada di zenith adalah 0o. semakin rendah
posisi benda langit semakin besar harga refraksinya. Untuk benda langit yang
tampak sedang terbenam atau piringan atasnya bersinggungan dengan ufuk maka
harga refraksinya sekitar 00o34’30”.
Harga
refraksi ini dapat diperoleh pada daftar refraksi yang telah ada, misalnya pada
lampiran Almanak Nautika atau lampiran Ephimeris Hisab Rukyat,
atau dapat pula diperoleh dengan pendekatan rumus:
Refraksi=
0.0695 : tan (h+10.3:(h+5.1255))
h= tinggi benda
langit
rumus ini
mengabaikan temperature udara yang sebenarnya.[6]
5)
Ikhtiyath
Ikhtiyath
diartikan dengan “pengaman”, yaitu suatu langkah pengaman dalam perhitungan
awal waktu shalat dengan cara menambah atau mengurangi sebesar 1s/d2 menit
waktu dari hasil perhitungan yang sebenarnya.
Tujuan
ikhtiyath:
a)
Agar hasil
perhitungannya dapat mencakup daerah-daerah sekitarnya, terutama yang berada di
sebelah baratnya. @menit = +/-27.5 km
b)
Menjadikan
pembulatan pada satuan terkecil dalam menit waktu, sehingga penggunanya lebih
mudah.
c)
Untuk memberikan
koreksi atas kesalahan dalam perhitungan, agar menambah keyakinan bahwa waktu
shalat benar-benar telah masuk, sehingga ibadah shalat itu benar-benar
dilaksanakan dalam waktunya.[7]
6)
Lintang Tempat
Lintang tempat adalah jarak antara khatulistiwa atau
equator samapai garis lintang diukur sepanjang garis meridian. Dalam bahasa
arab disebut ‘Urdlul Balad. Tempat-tempat (kota) yang berada di utar
equator disebut Lintang Utara (LU) bertanda (+) dan yang berada di
sebelah selatan equator di sebut Lintang Selatan (LS) dan bertanda negatif (-).[8]
7)
Bujur Tempat
Bujur
tempat adalah jarak antara garis bujur yang melewati kota Greenwich
(London-Inggris) sampai garis bujur yang melewati suatu tempat (kota) diukur
sepanjang equator. Dalam bahasa arab disebut Thulul Balad.[9]
8)
Deklinasi Matahari
Deklinasi
matahari atau Mailus Syams adalah jarak sepanjang lingkaran deklinasi
dihitung dari equator sampai matahari.
9)
Equation of Time
Equation
of Time atau Perata Waktu adalah selisih waktu antara waktu Matahari hakiki
dengan waktu Matahari rata-rata (pertengahan). Dalam bahasa Arab disebut Ta’dilul
Waqti.
10) Meridian Pass (Merd.
Pass)
Meridian
pass adalah waktu pada saat matahari tepat di titik kulminasi atas atau tepat
di meridian langit menurut waktu pertengahan, yang menurut waktu hakiki saat
itu menunjukkan tepat jam 12 siang.
C.
Jadwal
Salat Sepanjang Masa[10]
Jadwal salat sepanjang
masa disebut juga jadwal salat abadi ataupun jadwal salat untuk selama-lamanya. Penamaan itu karena jadwal salat tersebut
dapat digunakan untuk penentuan awal waktu salat untuk selama-lamanya, abadi,
atau sepanjang masa. Pada jadwal salat
sepanjang masa itu terdapat penentuan awal waktu salat selama satu tahun penuh
dari bulan Januari sampai bulan Desember.
Hasib biasa melakukan interpolasi antara 3-5 hari untuk efisiensi
sehingga jadwal dapat disajikan dalam selembar data. Hal ini untuk memudahkan
dalam pemajangannya.
Kenapa disebut jadwal
salat sepanjang masa, jadwal salat abadi ataupun jadwal salat untuk
selama-lamanya, ini merupakan sebuah pertanyaan yag harus dijelaskan. Apakah
memang jadwal-jadwal tersebut keberlakuan memang sepanjang masa, abadi, dan
untuk selama-lamanya. Ataukah ada batas waktu tertentu untuk keberlakuan
jadwal-jadwal tersebut.
Guna terwujudnya Jadwal
salat yang dapat dijadikan acuan perlu jadwal yang akurat. Sebuah jadwal salat
yang akurat tidaklah rumit. Karena jadwal salat secara umum tidaklah
membutuhkan tingkat ketelitian atau akurasi yang tinggi. Dalam perhitungan awal
waktu salat tidak perlu dilakukan koreksian yang banyak sehingga memiliki
akurasi yang tinggi. Hal ini karena beberapa hal:
1.
Sebuah jadwal
salat hanya mencantumkan waktu dalam ukuran jam dan menit. Tidak mencantumkan
ukuran detiknya. Karena jika dalam perhitungan jadwal salat digunakan data-data
yang riil dan dilakukan koreksi-koreksi posisi Matahari utuk perhitungan dengan
akurasi tinggi, perubahan jadwal yang dihasilkan hanya pada hitungan detik.
Perubahan ini tidak signifikan, lagi pula yang dibutuhkan dalam perhitungan
awal waktu salat hanya sampai hitungan menit saja, tidak sampai pada hitungan
detiknya.
2.
Data deklinasi
Matahari dan equation of time yang biasa digunakan dalam perhitungan awal waktu
salat oleh para ahli Falak biasanya adalah data deklinasi Matahari pada waktu
perhitungan awal waktu Zuhur. Jadi tidak menggunakan data-data riil untuk
perhitungan masing-masing waktu salat. Ini berdasarkan argumentasi karena data
deklinasi Matahari dalam satu hari itu tidak banyak perubahannya.
3.
Dalam
perhitungan jadwal waktu salat sepanjang masa, data deklinasi Matahari yang
digunakan adalah data deklinasi Matahari rata-rata. Secara sederhana deklinasi
Matahari itu berubah setiap empat tahun. Jadi data rata-rata dalam empat
tahunan itulah yang digunakan dalam perhitungan ini. Data ini relatif hampir
sama walaupun tidak eksak sama dengan data deklinasi riil pada saat dilakukan
perhitungan, tapi tidak signifikan perubahannya dari tahun ke tahun walaupun
dalam jangka waktu puluhan, ratusan, bahkan ribuan tahun.
Berdasarkan
pertimbangan data Matahari yang digunakan itu tidak banyak berubah dari waktu
ke waktu, maka sebuah jadwal salat itu dapat diberlakukan sepanjang masa, abadi ataupun untuk selama-lamanya.
Di tengah-tengah
masyarakat banyak beredar jadwal salat sepanjang masa ini. Jadwal tersebut
dapat dengan mudah ditemui di masjid-masjid. Baik itu masjid-masjid yang berada
di tengah-tengah kota ataupun masjid-masjid yang di kampung-kampung. Bahkan
jadwal salat sepanjang masa ini juga pernah ditemui di Ferri penyeberangan
antar pulau; antara Merak- Bakauheni. Di antara jadwal salat sepanjang masa
yang beredar di tengah-tengah masyarakat itu adalah Jadwal waktu Salat untuk
selama-lamanya untuk daerah Tanjung Karang, Teluk Betung, Panjang, Metro dan
Menggala yang dihisab oleh Arius Syaikhi yang beredar luas di propinsi Lampung,
Arius Syaikhi juga menghisab jadwal yang sama untuk daerah-daerah di pulau
Kalimantan dan Sumatera khususnya Sumatera Barat, Jadwal waktu Shalat KH Noor
Ahmad SS untuk berbagai kota seperti Jogjakarta, Jepara, dan Surabaya, Jadwal
waktu Shalat KH Slamet Hambali dan Ahmad Izzuddin untuk kota Semarang dan
Sekitarnya, dan jadwal salat Kalender Menara Kudus karya KH Turaichan Adjhuri.
v
Koreksian Daerah
Koreksian
daerah adalah koreksi waktu berupa
penambahan atau pengurangannya dalam
menit sebagai bentuk penyesuaian apabila jadwal Imsakiah tersebut
digunakan di daerah atau kota lain (di luar peruntukannya). Jadi
dengan melakukan penambahan atau pengurangan terhadap Jadwal Waktu Salat tersebut.
Penggunaan koreksi
daerah ini menjadi suatu diskusi panjang di kalangan ahli Falak. Untuk melihat
akurasi perhitungan dengan menggunakan koreksian daerah, marilah kita lakukan
analisa sebagai berikut:
1.
Biasa dalam
melakukan koreksian daerah hanya memperhitungkan perbedaan bujur daerah.
Perbedaan 1° bujur biasanya dikonversi sama dengan 4 menit. Untuk koreksian
daerah yang berada di sebelah Barat kota yang dijadikan patokan koreksiannya
ditambahkan. Dan untuk daerah atau kota yang berada di sebelah Timur, maka
dikurangkan.
2.
Memang dalam
perhitungan awal waktu salat, koordinat bujur suatu daerah memiliki fungsi yang
penting dalam perhitungan. Tetapi karena dalam melakukan perhitungan awal waktu
salat terkait dengan posisi harian Matahari, maka koordinat lintang juga harus
diperhitungkan. Karena koordinat lintang suatu daerah atau kota sangat terkait dengan posisi Matahari dalam
peredaran tahunannya di ekliptika. Misal Ada yang berpendapat tanda masuk waktu
Ashar bila bayang-bayang tongkat panjangnya sama dengan panjang bayangan waktu
tengah hari ditambah satu kali panjang tongkat sebenarnya dan pendapat lain
menyatakan harus ditambah dua kali panjang tongkat sebenarnya. Awal waktu Asar
adalah sejak bayangan sama dengan tinggi benda sebenarnya (pendapat Jumhur
Ulama), ini menimbulkan beberapa penafsiran karena fenomena seperti itu tidak
bisa digeneralisasi sebab pada musim dingin hal itu bisa dicapai pada waktu
Zuhur, bahkan mungkin tidak pernah terjadi karena bayangan selalu lebih panjang
daripada tongkatnya. Pendapat yang memperhitungkan panjang bayangan pada waktu
Zuhur atau mengambil dasar tambahannya dua kali panjang tongkat (di beberapa
negara Eropa) dimaksudkan untuk mengatasi masalah panjang bayangan pada musim
dingin.
Jadi pada intinya Jadwal salat untuk selama-lamanya, jadwal
salat abadi, atau jadwal salat sepanjang masa (yang dihitung untuk suatu daerah
dan bukan berdasarkan dari koreksian daerah dari jadwal kota atau daerah lain)
pada dasarnya akurat untuk digunakan. Keberlakuannya sampai ratusan bahkan
ribuan tahun tetap dianggap akurat.
Koreksi daerah hanya dapat digunakan untuk daerah yang
berbeda koordinat bujur dan memiliki
koordinat lintang yang persis sama tidak akurat bila diberlakukan untuk daerah
yang koordinat bujur dan lintangnya
(keduanya) berbeda. Daerah yang memiliki koordinat bujur yang persis sama dan
lintang yang berbeda tidak dapat dinyatakan akan memiliki hasil perhitungan
awal waktu salat atau jadwal yang sama. Dengan demikian koordinat bujur dan
lintang suatu kota atau daerah
berpengaruh dalam perhitungan jadwal salatnya.
D.
Proses Perhitungan[11]
Perhitungan awal waktu shalat pada hakekatnya adalah
perhitungan untuk menentukan kapan (jam berapa) matahari mencapai kedudukan
atau ketinggian tertentu sesuai dengan kedudukannya pada awal waktu-waktu
shalat tersebut.
Untuk
menjawab pertanyaan di atas diperlukan penyediaan data dan rumus-rumus,
pemrosesan data dengan rumus yang tersedia dan penarikan kesimpulan.
Adapun
data-data yang diperlukan adalah :
a.
Lintang Tempat (Ф)
b.
Bujur Tempat (λ)
c.
Deklinasi Matahari (δo)
d.
Equation Of Time (e)
e.
Tinggi Matahari (ho)
Setelah
data di atas tersedia semua, kemudian dihitung Meridian Pass (Mer. Pass) dengan
rumus : Mer. Pass = 12 - e
Sedangkan bila waktu yang
bersangkutan dikehendaki dengan waktu daerah (Zone Time) misalnya WIB (105o),
WITA (120o), WIT (135o), maka waktu yang bersangkutan
harus dikoreksi dengan interpolasi waktu,
Interpolasi Waktu = (λ – λd) : 15
λd = Bujur Waktu
Daerah
Selanjutnya
digunakan langkah dan rumus sebagai berikut :
1.
Menghitung
Sudut Waktu Matahari atau to dengan rumus :
2.
Cos to = -tan Фt x tan δo + sin h : cos Ф
: cos δo
3.
Mengkonversi nilai sudut waktu (to) menjadi
satuan waktu, dengan cara to
: 15
4.
Untuk
awal waktu Ashar, Maghrib dan Isya’ digunakan rumus :
Waktu ybs = Merd. Pass + (to : 15)
5.
Untuk
waktu awal Imsak, Subuh, Terbit dan Dhuha digunakan rumus :
Waktu ybs = Merd. Pass - (to : 15)
6.
Hasil nomor 3 dan 4 ini merupakan awal waktu shalat ybs
menurut waktu pertengahan setempat (LMT = Local Mean Time).
7.
Merubah
nomor 3 dan 4 di atas menjadi waktu daerah atau Zone Time dengan cara :
Waktu Daerah = LMT – Interpolasi Waktu
8.
Terhadap hasil nomor 6 di atas, kecuali waktu Imsak dan
terbit (akhir waktu subuh), perlu penambahan ikhtiyat sebesar 1 sampai 2 menit.
Sedangkan untuk waktu imsak dan terbit dikurangi ikhtiyat 1 sampai 2 menit.
E.
Contoh Perhitungan Awal Waktu Shalat
Awal Waktu Shalat Wilayah Semarang
Pada Hari Rabu, 25 Mei 2011
Data-data
:
1)
Lintang Tempat =
-7o 0’ (LS)
2)
Bujur Tempat =
110o 24’ (BT)
3)
Deklinasi Matahari =
20o 56’
4)
Equation of Time = 0o 3’ 06’’
5)
Tinggi Matahari =
ü Ashar = has
ü
Maghrib = -1o
ü
Isya’ =
-18o
ü
Imsak =
-22o
ü
Subuh =
-20o
ü
Terbit =
-1o
ü
Dhuha =
3o 30’
6)
Merd. Pass
= 12j – e
= 12j – 0o 3’ 06’’
= 11o 56’ 54’’
7)
Interpolasi
Bujur Tempat – Bujur Daerah : 15
= 110o 24’ – 105o
= 5o 24’ 00’’ : 15
= 0o 21’ 36’’
a.
Awal Waktu Dzuhur
Merd.
Pass = 11o 56’
54’’
Interpolasi = 0o 21’ 36’’ _
= 11o
35’ 18’’
Ikhtiyat = 0o 2’
+
=
11j 37m 18dt (WIB)
Jadi awal waktu shalat dzuhur adalah pukul 11 : 37 : 18
WIB
b.
Awal Waktu Ashar
Ø Tinggi Matahari
Ashar
Cotg has =
(tan (Ф – δ) + 1)
=
(tan (-7o 0’ – 20o
56’ 14’’) + 1+
=
33o 09’ 47.5’’
Ø Rumus
Waktu Ashar
Cos to = -tan Фt x tan δo
+ sin has : cos Ф : cos δo
= - tan
-7o 0’ x tan 20o 57’ 35’’ + (sin 33o 09’
47.5’’ : cos -7o 0’ : cos 20o 57’ 35’’)
Cos to =
0o 38’ 13.99’’
to =
50o 24’ 54.75’’
Merd. Pass = 11o
56’ 55’’
t
: 15 = 3o 21’ 39’’ +
=
15o 18’ 34’’
Interpolasi =
0o 21’ 36’’ _
=
14o 56’ 58’’
Ikhtiyat =
0o 2’
+
=
14o 58’ 58’’ (WIB)
Jadi awal waktu shalat ashar pada pukul 14 : 58 : 58 WIB
c.
Awal Waktu Maghrib
Data :
e = 0o
3’ 5’’
d = 20o
57’ 35’’
sd = 15’
47.45’’
R = 34’ 30’’
Tinggit = 95 m
Ø Dip = 0o 1.76’ √95 m
=
0o 17’ 09.26’’
Ø hm = - (s.d + R + Dip)
=
- (15’ 47.45’’ + 34’ 30’’ + 0o 17’ 09.26’’)
=
-1o 07’ 14.71’’
Ø Rumus
Waktu Maghrib
Cos to
= -tan Фt x tan δo + sin hmg : cos Ф :
cos δo
= - tan
-7o 0’ x tan 20o 57’ 35’’ + (sin -1o 07’
14.71’’ : cos -7o 0’ : cos 20o 57’ 35’’) = 0o 01’ 33.35’’
Cos to =
0o 01’ 33.35’’
to =
88o 30’ 50.84’’
Merd. Pass = 11o
56’ 55’’
t
: 15 = 5o 54’ 03.39’’ +
=
17o 50’ 58.39’’
Interpolasi =
0o 21’ 36’’ _
=
17o 29’ 22.39’’
Ikhtiyat =
0o 2’
+
=
17o 31’ 22.39’’ (WIB)
Jadi awal waktu shalat maghrib pada pukul 17 : 31 : 22.39
WIB
d.
Awal Waktu Isya’
e = 3’ 04’’
d = 20o
59’ 22’’
ho =
-18o
Ø Rumus
Waktu Isya’
Cos to
= -tan Фt x tan δo + sin his : cos Ф :
cos δo
= - tan
-7o 0’ x tan 20o 59’ 22’’ + (sin -18o : cos -7o
0’ : cos 20o 57’ 35’’)
= -0o 17’ 10.89’’
Cos to =
0o 17’ 10.89’’
to =
106o 38’ 24’’
Merd. Pass = 11o
56’ 56’’
t
: 15 = 7o 06’ 33.61’’ +
=
19o 03’ 29.61’’
Interpolasi =
0o 21’ 36’’ _
=
18o 41’ 53.61’’
Ikhtiyat =
0o 2’
+
=
18o 43’ 53.61’’ (WIB)
Ø Jadi awal waktu
shalat isya’ pada pukul 18 : 43 : 53.61 WIB
e.
Awal Waktu Subuh
e = 3’ 08’’
d = 20o
52’ 37’’
ho =
-20o
Ø Rumus
Waktu Subuh
Cos to
= -tan Фt x tan δo + sin hsb : cos Ф :
cos δo
= - tan
-7o 0’ x tan 20o 52’ 37’’ + (sin -20o : cos -7o
0’ : cos 20o 52’ 37’’)
= -0o 19’ 19.1’’
Cos to =
-0o 19’ 19.1’’
to =
108o 46’ 56’’
Merd. Pass = 11o
56’ 22’’
t
: 15 = 7o 15’ 07.74’’ _
= 4o 41’ 14.26’’
Interpolasi =
0o 21’ 36’’ _
= 4o 19’ 38.26’’
Ikhtiyat =
0o 2’
+
= 4o 21’ 38.26’’ (WIB)
Ø Jadi awal waktu
shalat subuh pada pukul 4 : 21 : 38.26 WIB
f.
Waktu Terbit
e = 3’ 08’’
d = 20o
53’ 32’’
ho =
-1o
Ø Rumus
Waktu Terbit
Cos to
= -tan Фt x tan δo + sin htb : cos Ф :
cos δo
= - tan
-7o 0’ x tan 20o 53’ 32’’ + (sin -1o : cos -7o
0’ : cos 20o 53’ 32’’)
= 0o 01’ 40’’
Cos to =
0o 01’ 40’’
to =
88o 23’ 34.09’’
Merd. Pass = 11o
56’ 22’’
t
: 15 = 5o 53’ 34.27’’ _
= 6o 02’ 47.73’’
Interpolasi =
0o 21’ 36’’ _
= 5o 41’ 11.73’’
Ikhtiyat =
0o 2’
_
= 5o 39’ 11.73’’ (WIB)
Ø Jadi waktu terbit
pada pukul 5 : 39 : 11.73 WIB
g.
Waktu Dhuha
e = 3’ 08’’
d = 20o
53’ 32’’
ho =
3o 30’
Ø Rumus
Waktu Dhuha
Cos to
= -tan Фt x tan δo + sin hdh : cos Ф :
cos δo
= - tan
-7o 0’ x tan 20o 53’ 32’’ + (sin 3o 30’ : cos
-7o 0’ : cos 20o 53’ 32’’)
= 0o 06’ 45.73’’
Cos to =
0o 06’ 45.73’’
to =
83o 31’ 43.89’’
Merd. Pass = 11o
56’ 22’’
t
: 15 = 5o 34’ 06.93’’ _
= 6o 22’ 15.07’’
Interpolasi =
0o 21’ 36’’ _
= 6o 00’ 39.07’’
Ikhtiyat =
0o 2’
+
= 6o 02’ 39.07’’ (WIB)
Ø Jadi waktu Dhuha
pada pukul 6 : 02 : 39.07 WIB
Jadi : Hasil perhitungan waktu shalat tanggal 25 Mei 2011
untuk wilayah Semarang =
Dzuhur
|
Ashar
|
Maghrib
|
11j 37m 18dt
|
14j 58m 58dt
|
17j 31m 22.39dt
|
|
Isya’
|
|
|
18j 43m 53.61dt
|
|
Subuh
|
Terbit
|
Dhuha
|
4j 21m 38.26dt
|
5j 39m 11.73dt
|
6j 02m 39.07dt
|
III.
Penutup
Demikian makalah ini kami buat dengan tujuan memenuhi
tugas mata kuliah Astronomi Bola
II dengan harapan semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis
dan para pembaca. Tentunya makalah ini terdapat banyak kekurangan baik dari
segi penulisan maupun penyampaian, maka kami selaku pemakalah mengharap saran
dan kritik dari dosen dan pembaca semuanya.
DAFTAR PUSTAKA
Azhari, Susiknan, Ilmu Falak
Perjumpaan Khazanah Islam dan Sains Modern, Yogyakarta: Suara
Muhammadiyah, 2007
Basith, Abdul, Hisab Awal-awal Waktu Shalat, Semarang:
PP. Daarun Najaah, 2008
Khazin, Muhyiddin, Ilmu Falak dalam Teori
dan Praktik, Yogyakarta: Buana Pustaka, 2004
http//:
salat.html, diakses pada hari Rabu, 18 Mei 2011 pukul 19.30 WIB
http://waktu%20sholat/jadwal-waktu-salat-abadi.html,
diakses hari Rabu, 18 Mei 2011 pukul 19.30 WIB
[1]
http//: salat.html, diakses pada
hari Rabu, 18 Mei 2011 pukul 19.30 WIB
[2] Susiknan
Azhari, Ilmu Falak Perjumpaan Khazanah Islam dan Sains Modern,
Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2007, hlm. 68
[10] http://waktu%20sholat/jadwal-waktu-salat-abadi.html,
diakses hari Rabu, 18 Mei 2011 pukul 19.30 WIB
Tidak ada komentar:
Posting Komentar