Global Variables

Kamis, 15 Maret 2012

MENGUAK GENEOLOGY RUBU’ MUJAYYAB

MENGUAK GENEOLOGY
RUBU’  MUJAYYAB
I. PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang

    Jauh sebelum islam datang perkembangan dunia astronomi sudah pesat, hal ini dipicu oleh rasa keingintahuan manusia tentang alam yang terus berkembang. Selain dipicu oleh rasa ingin tahu, keahlian dalam menerapkan pengetahuan astronomi mereka gunakan untuk memenuhi kebutuhan dasar dalam ibadah.
Islam merupakan agama yang mengenal system berkala dan berkembang baik dari segi ajaran  maupun kajian keilmuan yang ada didalamnya.suatu cirri khusus agama islam yaitu menghendaki system berkala,tidak jauh contoh  yaitu dalam hal turunnya al-quran serta  diajarkannya syariat islam kepada para pemeluknya hingga pada  proses ekspress ajaran islam secara terang-terangan.
Pada kali ini penulis mencoba flashback pada histori keilmuan islam yang terkenal pada awal adanya islam yaitu keilmuan astronomi atau ilmu falak itu sendiri yang dispesifikasikan pada penilikan sejarah dan perkembangan rubuk mujayyab.
      Qiblat adalah salah-satu objek rubuk mujayyab,hal ini mendukung pendapat yang mengungkapkan bahwa betapa pentingnya alat kuno ini mengingat arah qiblat merupakan suatu hal yang signifikan dikalanagan umat islam hingga pada saat ini.
Hal iniah yang  mengingatkan kita begitu pentingnya membahas kembali  tentang rubuk mujayyab, secara faktanya rubk mujayyab  memang sudah jarang digunakan dikalangan ahli falak dan para astronom ,lantaran sudah  digantikan oleh kemajuan peralatan astronomi  dan falak pada zaman sekarang ini. Akan tetapi hemat penulis mempelajari peralatan yang masih termsuk kuno itu masih sangat penting  untuk mengadakan kajian komparasi antara peralatan kuno dan peralatan modern.
I.2. Rumusan Masalah
      Dari  uraian latar belakang masalah diatas, penulis mencoba mengemukakan pokok-pokok permasalahan yang akan dibahas. Adapun permasalahan yang akn dibahas adalah sebagai berikut:
1.    Definisi Rubu’ Mujayyab
2.    Sejarah dan Perkembangan Rubu’ Mujayyab 
3.    Urgensi Rubu’ Mujayyab 
4.    Bagian-Bagian Rubu’ Mujayyab

II. PEMBAHASAN
II.1. Pengertian Rubu’ Mujayyab

      Rubu’ Mujayyab adalah alat hitung astronomi untuk memecahkan permasalahan segitiga bola dalam astronomi.
Secara etimologi rubu’ berasal dari kata ﺃﻠﺭﺒﻊ, berarti seperempat (1/4), dan mujayyab (ﻤﺠﻴﺏ) berarti yang bersulam. Sehingg rubu’ mujayyab berarti seperempat yang bersulam.
Rubu’ atau rubu’ mujayyab adalah alat hitung yang berbentuk seperempat lingkaran, sehingga ia dikenal pula dengan sebutan  kuadrant yang artinya “seperempat”. 
Literatur lain mendefenisikan Rubu’ Mujayyab adalah suatu alat yang bebentuk seperempat lingkaran ( 900 ) yang digunakan untuk menghitung fungsi geniometris yang sangat berguna untuk memproyerksikan perdaran benda-benda langit pada lingkaran vertikal.
       David A.King mendefinisikan : Rubu 'Mujayyab or sine quadrant (from the original Arabic word, rubu' is quarter and Mujayyab means sine) is a tool used to measure the celestial angle, telling time, determining the time of prayer, Qiblah, the position of the Sun in the constellations throughout the year.
Artinya, Rubu ' Mujayyab atau kwadrant sinus (berasal dari Bahasa Arab  asli, yang berarti perempat dan Mujayyab berarti sinus) adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur  sudut istimewa, tanda waktu, menentukan waktu shalat, arah Qiblat, posisi matahari dalam peta bintang sepanjang tahun.
Dari beberapa definisi diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa rubu’ mujayyab adalah suatu alat hitung yang berbentuk seperempat lingkaran untuk hitungan goneometris (ilmu ukur sudut). Rubu’ biasanya terbuat dari kayu atau semacamnya yang salah satu mukanya dibuat garis-garis skala sedemikian rupa.
              

II.2. Sejarah Perkembangan Rubu’ Mujayyab ((Quadrant sine))

         Di dalam literatur yang penulis temukan, rubu’ mujayyab ini sudah ada jauh sebelum Islam, Kuadran sinus (bahasa Arab: Rubul Mujayyab) - juga dikenal sebagai "Sinecal Quadrant"  digunakan untuk memecahkan masalah trigonometri dan mengambil pengamatan astronomi. Kuadrant pertama ditemukan oleh al-Khawarizmi di abad ke-9.  di  Baghdad dan umum. Salah satu contoh awal dari sebuah kuadran adalah 'alas' yang diuraikan sekitar 150 M oleh Claudius Ptolemeus dalam karyanya Almagest.
Penggunaan rubu’ ini tidak begitu berkembang. Penggunaan rubu’ ini hanya sebatas pengganti dari astrolabe. Rubu’ baru dikembangkan pada sekitar abad ke-11, oleh para astronom muslim Mesir. Perputaran harian yang terlihat pada ruang angkasa disimulasikan dengan gerak benang tegang yang terletak pada pusat rubu’, dengan sebuah manik-manik yang bergerak pada benang ke posisi yang berhubungan degan matahari atau bintang tertentu, posisi tersebutdibaca pada tanda-tanda dalam rubu’. Maka benang dan manik-manik menggantikan rete pada astrolabe. Jauh lebih mudah menggunakan rubu’ dibanding dengan menggunakan astrolabe. Rubu’ pada saat itu depergunakan untuk memecahkan masalah-masalah standar pada astronomi ruang untuk garis lintang.
Setelah astrolabus, peralatan penting lainnya adalah kuadran astrolabis (Rubu’ Mujayyab), bentuk yang lebih sederhana dari astrolabus. Kuadran, yang tidak terlalu rumit dan berbentuk seperti kepingan kue sembilan puluh derajat, dapat digunakan untuk memecahkan seluruh masalah dasar pada astronomi ruang (masalah yang berhubungan dengan pemetaan ruang langit) untuk ketinggian tertentu.
Pada abab ke-11, para astronom muslim mesir mulai mengembangkan alat ini. Perputaran harian yang terlihat pada ruang angkasa disimulasikan dengan gerak benang tegang yang terletak pada pusat rubu’, dengan sebuah manik-manik yang bergerak pada benang ke posisi yang berhubungan degan matahari atau bintang tertentu, posisi tersebutdibaca pada tanda-tanda dalam rubu’. Maka benang danmanik-manik menggantikan rete pada astrolabe. Jauh lebih mudah menggunakan rubu’ dibanding dengan menggunakan astrolabe. Rubu’ pada saat itu depergunakan untuk memecahkan masalah-masalah standar pada astronomi ruang untuk garis lintang tertentu.
Pada abad ke-14 sebuah rubu’ yang halus dan unik dibuat dari gading, bukan kuningan atau kayu. Rubu’ ini memliki dua garis lintang. Bagian dalam, perangkat tanda standar di bagian depan berguna untuk garis lintang Kairo. Sedangkan pada bagian luar, perangkat nonstandard berguna untuk garis lintang Damaskus. Bagian belakang alat ini memiliki kisi-kisi standar yang digunakan untuk memecah maslah-masalah geometri secara numerik. Jenis rubu’ seperti ini pada saat itu dinamakan Rubu’ Mesir.
Sekitar tahun 1480 para astronom Portugis telah mengatur cara untuk menentukan lintang dengan menggunakan posisi matahari sebagai perpindahan utara dan selatan khatulistiwa dengan musim, dimana kita menyebutnya sebagai "deklinasi ".  Dalam hal yang sederhana, para pelaut yang dapat menentukan altura nya, lintangnya, dengan menggunakan kuadran- untuk mengambil ketinggian matahari di daerah tengah hari, dan kemudian melakukan koreksi sederhana untuk posisi matahari utara atau selatan khatulistiwa menurut tanggal.
Pada abad ke-16 di Afrika Utara terdapat sebuah rubu’ terbuat dari kuningan yang di ukir dengan sangat indah. Rubu’ ini memiliki kisi-kisi sinus standar untuk melakukan fungsi trigonometri. Kisi-kisi ini pada abad pertengahan sebanding dengan penggaris geser yang ada sekarang. Bagian belakang pada alat ini memiliki penandaan yang menarik yang mungkin tidak lengkap. Lingkaran luar kemungkinan menunjukan ekuator langit, lingkaran terkecil tidak diberi tanda dan tidak memiliki fungsi yang jelas. Bulan sabit merupakan proyeksi setereografi dari eklipsi (gerhana).
II.3. Urgensi Rubu’ Mujayyab
         Sebelum dikenal daftar logaritma, perhitungan ilmu falak dilakukan dengan menggunakan rubu’ mujayyab. Sehingga buku-buku ilmu falak yang ditulis pada tahun 1930-an, seperti Badi’atul Misal dan at-Taqribul Maqhsad perhitungannya menggunakan rubu’. Sekalipun sekarang sudah dikenal daftar logaritma dan kalkulator, namun masih banyak pondok pesantren yang menggunakan rubu’ hingga sekarang, di samping mereka menggunakan daftar logaritma maupun kalkulator.
David A. King have said, Quadrant is used for observations and astronomical calculations, such as trigonometry problems solving. This tool is constrained by quadrant curve and two axes of horizontal and vertical axes of each axis is divided into 60 sections. The axes started from a pin hole and a thread called “Khait” tied with weights on the hole. This tool has one face only made of wood or metal, whether copper or brass. The curve is divided into 90 divisions or degrees. Starting from the right marked with zero and ending on the left with 90 degrees.
Yang artinya, Rubu’ itu digunakan untuk pengamatan dan perhitungan astronomi, misalnya untuk memecahkan permasalahan trigonometri. Alat ini dibatasi oleh kuadran membengkok dan dua garis, yakni garis vertikal dan horisontal yang setiap porosnya dibagi menjadi 60 bagian (sittiny). Garis tersebut dimulai dari  suatu lubang yang diberi benang dan disebut dengan “Khait” kemudian ujungnya diberi anak timbangan (syaqul) yang dipertalikan dengan pada lubang itu. Alat ini hanya mempunyai satu sisi yang bisa dibuat dari kayu, metal, kuningan atau tembaga. Busur yang mengelilingi rubu’ dibagi menjadi 90 derajat. Yang dimulai dari skala 0 derajat dari sisi kanan dan berakhir pada sisi kiri dengan 90 derajat.
Di antara fungsi rubu’ adalah:
a)    Alat Hitung
        Dalam pengunaanya sebagai alat hitung, rubu’ ini dapat dilepaskan dari statifnya dan diletakkan secara horizontal. Secara konsep matematis, fungsi utama rubu’ adalah alat hitung yang dikenal sebagai orthogonal grid. Sebelum melakukan perhitungan dengan menggunakan rubu’ terlebih dahulu kita harus memahami konsep dasar trogonometri pada rubu’.
Konsep trigonometri rubu didasarkan pada hitungan sexagesimal (60) dimana Sin 90 = Cos0 = 60 dan Sin 0 = Cos 90 = 0 ( bandingkan dengan rumus trigonometri yang biasa kita gunakan; Sin 90 = Cos 0 = 1 dan Sin 0 = Cos 90 = 0).
Karena perbandingan nilai dari trigonometri rubu’ dan trigonometri biasa adalah 60:1,  maka nilai yang diperoleh melalui perhitungan dengan menggunkan rubu harus dibagi dengan nilai 60, agar memperoleh nilai yang sesuai dengan trigonometri biasa atau dengan nilai yang diperoleh melalui kalkulator.
b)    Alat Ukur
Fungsi rubu’ sebagai alat ukur adalah untuk mengumpulkan data fisik yang dapat diolah lagi dengan menggunakan persamaan tertentu yang sesuai dengan kebutuhan pemakai.
c)    Tabel Astronomi.
Penggunaa rubu’ telah dimulai sekitar abab ke-8 M. Sejak tahun tersebut, dimana konsepsi kosmos yang digunakan saat itu adalah geosentris. Dalam pandangan geosentris, bumi merupakan pusat alam semesta dan benda-benda langit bergerak mengelilingi bumi dalam orbit yang bebentuk lingkaran sempurna. Hal ini yang menjadikan rubu’ sebagi sebuah table astronomi (posisi matahari) yang akurat pada saat itu.  Dengan rubu’ kita dapat menentukan posisi matahari dalam bujur ekliptika atau Darijatu as-Syams dan deklinasi atau Mail as-Syams.
Seiring dengan berkembangnya astronomi dan semakin banyaknya ahli astronomi,maka fungsi dari rubu’ mujayyab semakin berkembang juga,diantaranya :
    Awal bulan tahun masehi
    Mengetahui darojatussyamsi
    Mengetahui jaibul qous dan qousul jaib
    Mengetahui deklinasi matahari
    Mengetahui lintang dan bujur dari suatu tempat
    Mengetahui jarak matahari
    Mengetahui ketinggian benda
    Mengetahui tinggi kulminasi
    Mengetahui bayang-bayang  ketinggian
    Mngetahui waktu istiwa’
    Mengetahui waktu sholat,
    Arah qiblat. dsb .
II.4. BAGIAIAN –BAGIAN RUBU’ MUJAYYAB

1.    Markaz
Markaz merupakan titik pusat Rubu’. Pada markaz ini terdapat sebuah lubang yang yang berfungsi untuk memasang benang yang di sebut khoit.
2.    Khoit
Khoit adalah benang yang dipasang pada Markaz.
3.    Muri
Benang yang diikatkan pada khoith yang biasanya mempunyai warna berbeda dengan wara khoith agar mudah dilihat. Muri dipasang sesuai dengan keperluan pemakai dan bisa dipindah-pindah.
4.    As-Sittini
Garis lurus yang ditarik markaz ke akhir Qaus. Jaib at-Tamam dibagi menjadi 600. Skala jaib sama besar dan dari setiap skala ditarik garis lurus ke arah Qaus Irtifa’ yang disebut Juyub al-Mabsuthah.
5.    Qausul Irtifa’(busur AB)
Busur yang mengeliingi Rubu’. Bagian ini di beri skala derajat 00 sampai 900 bermula dari kanan ke kiri.10 sama dengan 600. Ketelitian pembacaan skala tersebutsebesar 0,1250.
6.    Jaibu at-Tamam (garis AM)
Garis lurus yang ditarik markaz ke awal Qaus. Jaib at-Tamam dibagi menjadi 600. Skala jaib sama besar dan dari setiap skala ditarik garis lurus ke arah Qaus Irtifa’ yang disebut Juyub al-Ma’kusath.
7.    Hadafah
Lubang pengintai yang terdapat dalam rubu’ dan posisinya sejajar dengan as-Sittini.
8.    Syaqul
Bandul yang digunakan untuk pemberat Khoith.
III. KESIMPULAN

        Rubu’ mujayyab adalah suatu alat hitung yang berbentuk seperempat lingkaran untuk hitungan goneometris (ilmu ukur sudut). Rubu’ biasanya terbuat dari kayu atau semacamnya yang salah satu mukanya dibuat garis-garis skala. Diantara fungsi rubu’ adalah sebagai alat hitung, alat ukur, dan tabel astronomi.
Rubu’ mujayyab mempunyai bagian-bagian sebagai berikut: markaz, khoit, muri, as-sittini, qousul irttifa’, jaib at-tamam, hadafah, syaqul.
Sampai sekarang rubu’ masih digunakan. Walaupun zaman sudah modern, peralatan yang digunakan untuk pengamatan astronimi sudah canggih, tetapi rubu’ masih tetap digunakan. Para ahli falak di Indonesia terus melestarikannya. Karena rubu’ merupakan khazanah keilmuan yang harus kita jaga agar tidak terkubur oleh jaman.


IV. PENUTUP
        Demikianlah makalah penjelasan tentang Menguak Geneology Rubu’ Mujayyab, Tentunya banyak kesalahan dan kekurangan dalam penyusunan makalah ini. Oleh karena itu, kritik serta saran konstruktif dari  pembaca sangat kami harapkan, terutama dosen pengampu mata kuliah ini,  untuk membenahi kesalahan yang kami lakukan sebagai kaca perbandingan agar kedepannya menjadi lebih baik. “manusia merupakan tempat salah dan lupa, karena semua kebaikan datangnya dari Allah, maka kami meminta maaf khususnya kepada dosen pengampu, dan umumnya kepada para pembaca. Kami berharap makalah ini bermanfaat bagi kita semua dimasa mendatang.


DAFTAR PUSTAKA

A.King, David, , "Islamic Astronomy", in Christopher Walker (1999)
Howard R Tuner, Sains Islam Yang Mengagumkan, Sebuah Catatan terhadap Abad Pertangahan. Bandung: Penerbit Nuan.sa, 2004
Khazin, Muhyidin 2004, Ilmu Falak Dalam Teori Dan Praktek, (Yogyakarta : Buana Pustaka)
Kholiq, Abdul, Pelajaran Astronomi (Terjemahan kitab Durusul al-Falakiyyah)
    Ma’sum bin Ali. Tibyanul miqat. (madrasah salafiah al-falah : ploso mojo kediri)
Setyanto,  Hendro, Rubu’ Mujayyab (Jawa Barat, Pundak Scientifik) 2002.
http://www.scribd.com/doc/3874711/Rubu-Mujayyab
    http://astronomyandyou.blogspot.com/
    http://www.mhs.ox.ac.uk/epact/article.php?ArticleID=14
    http://www.mat.uc.pt./-helios/Mestre/Novemb00/H6liflan.htm. 4/18/2009. 10:20

       

2 komentar: